Sejarah Lahirnya Lahirnya Angkatan
‘45
Angkatan 45 tidak dapat dilepaskan dari lingkungan
kelahirannya, yakni masa pendudukan jepang dan masa revolusi Indonesia.
Perjuangan bangsa yang mencapai titik puncak pada proklamasi 17 Agustus 1945
beserta gejolak politik yang mengawali maupun mengikutinya, memberi pengaruh
besar pada corak sastra.
Generasi yang aktif pada masa revolusi 45 dipaksa oleh
keadaan untuk merumuskan diri dan tampil menjawab tantangan-tantangan zaman
yang mereka hadapi. Selain ikut berjuang secara fisik dalam perang kemerdekaan,
mereka juga menyibukkan diri untuk merumuskan dan mencari orientasi pada
berbagai kemungkinan bangunan kebudayaan bagi Indonesia kedepan.
Latar
belakang perubahan politik yang sangat mendadak pada masa pendudukan
jepang (1942-1945) menjadi awal kelahiran karya sastra angkatan 45. Kehadiran
angkatan 45 serta karya sastra angkatan 45 meletakkan pondasi kokoh bagi sastra
Indonesia, karena angkatan sebelumnya dinilai tidak memiliki jati diri
ke-Indonesian. Jika angkatan Balai Pustaka dinilai tunduk pada “Volkslectuur”,
Lembaga kesusatraan Kolonial Belanda, dan angkatan Pujangga Baru dinilai
menghianati identitas bangsa karena terlalu berkiblat ke Barat, maka angkatan
45 adalah reaksi penolakan terhadap angkatan-angkatan tersebut.
Sebagai salah satu hasil dari pergolakan, karya sastra
angkatan 45 menjadi sebuah karya yang lahir dengan identitas baru yang penuh
kontroversi. Kehadirannya sebagai pendobrak nilai-nilai serta aturan-aturan
sastra terdahulu membuat karya sastra angkatan 45 menjadi pusat perhatian para
sastrawan.
Para
sastrawan penggerak karya sastra angkatan 45 adalah mereka yang menaruh
perhatian besar pada karya sastra Indonesia. Merdeka seolah ingin lepas dari
pengaruh asing yang saat itu masih kuat pengaruhnya terhadap karya sastra
Indonesia. Nama angkatan 45 sendiri dimunculkan oleh Rosihan Anwar
pertama kali pada lembar kebudayaan “Gelanggang”. Sejak saat itu, penamaan yang
dibuat Rosihan Anwar diakui dan disepakati banyak kalangan sebagai nama
angkatan sastra periode 40-an. Angkatan 45 memperoleh saluran resmi melaui
penerbitan majalah kebudayaanGema Suasan Januari 1948. Majalah ini diasuh oleh
dewan redaksi yang terdiri dari Asrul Sani, Chairil Anwar, Mochtar Apin, Riva’I
Apin dan Baharudin. Majalah ini dicetak dan diterbitkan oleh percetakan Belanda
Opbouw (Pembangun). Dalam konfrontasi dengan Belanda, mereka kemudian pindah ke
“Gelanggang”, sebuahsuplemen kebudayaan dari jurnal mingguan, siasat yang
pertama muncul pada Februari 1948 dengan redektur Chairil Anwar dan Ida
Nasution. Disuplemen inilah mereka kemudian menerbitkan kredo angkatan 45, yang
dikenal luas dengan nama “Surat Kepercayaan Gelanggang”.
Karakteristik Karya Angkatan ‘45
- Bercorak lebih realistik disbanding karya angkatan pujangga baru yang romantic-idealistik.
- Pengalaman hidup dan gejolak social-politik-budaya mewarnai karya sastrawan angkatan 45.
- Bahasanya lugas, hidup dan berjiwa serta bernilai sastra.
- Sastrawannya lebih berjiwa patriotik.
- Bergaya ekspresi dan revolusioner (H.B. Yassin).
- Bertujuan universal nasionalis.
- Bersifat praktis
- Sikap sastrawannya “Tidak berteriak tetapi melaksanakan”.
Para Sastrawan Angkatan ’45
1.
Chairil
Anwar
Chairil
Anwar merupakan sastrawan terpenting angkatan 45, sekaligus sastrawan Indonesia
yang paling dikenal luas oleh masyarakat. Sastrawan kelahiran Medan, 26 Juli 1922 dan tutup
usia di Jakarta, 28 April 1949 ini tumbuh menjadi legenda. Banyak kalangan yang
menjadikan hari kematiannya sebagai hari sastra nasional. Masa-masa kehadiran
Chairil Anwar adalah masa-masa yang menarik untuk menciptakan karya sastra.
Karena pada masa itu, secara social merupakan masa revolusioner Indonesia dari
bangsa terjajah menuju gairah kemerdekaan dari sebuah bangsa yang muda.
Selain itu Chairil juga tumbuh dalam komunitas Alisyahbana muda yang membara,
menolak ketentraman lama. Di sana, tradisi silam ditolak tegas serta dianggap
mandul dan membekukan. Sajak-sajak Chairil sendiri tidaklah banyak jumlahnya
dan tidak semuanya berkualitas, namun cukup banyak sajak-sajak “Aku”,
“Perjanjian dengan Bung Karno”, “Diponegoro”, “Siap Sedia”, dan “Karawang
Bekasi”. Dikalangan kritikus, Chairil juga dipuji berkat sajak-sajaknya yang indah
seperti, “Senja Di Pelabuhan Kecil”, “Derai Derai Cemara”, “Kawanku Dan Aku”,
serta “Cinta Jauh Di Pulau”.Karya sastra Chairil Anwar dipengaruhi oleh
sastrawan dunia seperti Rainer N. Rilke, W.H Auden, Archibald Macleish, H.
Macleish, H. Marsman, J. Slawurhoff dan Edgar Duperron. HJ. Jassin adalah
orang-orang yang ikut dalam mempopulerkan karya-karya Chairil Anwar. Faktor
penting lain yang menjadikan Chairil Anwar legenda adalah gaya hidupnya yang
bohemian dan kenyataan bahwa ia mati muda. Chairil bisa dianggap sebagai sosok
seniman optima perfoma dalam citra romantik.
2. Idrus
Idrus dilahirkan pada 21 september 1921 di padang. Ia mengikuti Pendidikan di HIS Mulo, AMS-SMT dan tamat pada 1943. Selesai sekolah, ia menjadi redaktur Balai Pustaka. Idrus juga menjadi kepala bagian Pendidikan Garuda Indonesia Airways, sampai Oktober 1952. Idrus mulai menulis berupa sketsa-sketsa, cerpen dan naskah sandiwara. Tulisan-tulisannya hampir semuanya berupa laporan pandangan mata. Namun, beberapa diantaranya boleh dikatakan mencerminkan perjalanan pandangan hidup dan berbagai persoalan. Idrus banyak dipengaruhi oleh pengarang-pengarang Rusia seperti Ilya Ehrenburg dan Vsevolod Ivamov. Karya-karya Idrus diantaranya , sketsa “Coret-coret di Bawah Tanah”. Sandiwara Ave Maria, Keluarga Surono, Lukisan Pujangga, Kejahatan Membalas Dendam, Dr. Bisma dan Jibaku Aceh.
Idrus dilahirkan pada 21 september 1921 di padang. Ia mengikuti Pendidikan di HIS Mulo, AMS-SMT dan tamat pada 1943. Selesai sekolah, ia menjadi redaktur Balai Pustaka. Idrus juga menjadi kepala bagian Pendidikan Garuda Indonesia Airways, sampai Oktober 1952. Idrus mulai menulis berupa sketsa-sketsa, cerpen dan naskah sandiwara. Tulisan-tulisannya hampir semuanya berupa laporan pandangan mata. Namun, beberapa diantaranya boleh dikatakan mencerminkan perjalanan pandangan hidup dan berbagai persoalan. Idrus banyak dipengaruhi oleh pengarang-pengarang Rusia seperti Ilya Ehrenburg dan Vsevolod Ivamov. Karya-karya Idrus diantaranya , sketsa “Coret-coret di Bawah Tanah”. Sandiwara Ave Maria, Keluarga Surono, Lukisan Pujangga, Kejahatan Membalas Dendam, Dr. Bisma dan Jibaku Aceh.
3.
Asrul
Sani
Asrul Sani lahir di Rao, Sumatera Barat,
10 Juli 1927. Menempuh Pendidikan di HIS Bukittinggi, KWS di Jakarta, Taman
Dewasa, Perguruan Taman Siswa Jakarta, Sekolah Dokter Hewan Bogor, Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Indonesia di Bogor, Akademi Seni Drama di
Amsterdam, USC, Departman of the Antre-Departeman of Cinema di Los Angeles.
Asrul sani menjelajahi berbagai bidang kesenian, mulai dari sastra hingga film,
mulai dari essai hingga sinetron. Gaya sajaknya mencerminkan kecenderungan umum
sebagaimana yang dipelopori oleh Chairil Anwar. Karya scenario Asrul Sani
diantaranya Burung camar, Pintu Tertutup, Monserrat, dan Yerma. Naskah
dramanya yang telah terbit sebagai buku adalah Naga Bonar dan Mahkamah.
Sejarah LahirnyaAngkatan ‘50
Sastra angkatan 50 dilatar belakangi oleh keadaan Indonesia
yang pada saat itu mengalami perubahan yang cukup drastis, yakni dari transisi
penjajahan berdarah menuju ke kemerdekaan cemerlang. Tentunya suasana tersebut,
para sastrawan mulai memikirkan ciri khas sastra pada angkatan 50-an dan
masalah kebudayaan yang sedang dialami Indonesia untuk membedakannya dari
angkatan sastra sebelumnya. Para sastrawan juga mulai mencari bahan-bahan yang
merujuk pada kebudayaan Indonesia yang murni dan membebaskannya dari pengaruh
budaya asing setelah penjajahan. H.B. Jassin adalah seorang pengarang,
penyunting, dan kritikus sastra ternama dari Indonesia. dapat dikatakan sebagai
pelopor angkatan 50 karena angkatan 50-an ini ditandai dengan terbitnya majalah
sastra “Kisah” yang ditanganinya.
Karakteristik Angkatan 1950Adapun ciri-ciri dari sastra
angkatan ini adalah sebagai berikut :
1. Umumnya karya sastrawan sekitar tahun
1950-1960-an;
2. Sampai tahun 1950-1955, sastrawan
angkatan ‘45 juga masih menerbitkan
karyanya;
3. Corak karya cukup beragam, karena
pengaruh faktor politik/idiologi partai;
4. Terjadi peristiwa G 30 S/PKI sehingga
sastrawan Lekra disingkirkan;
5. Gaya epik
(be:rcerita) berkembang dengan berkembngnya puisi cerita dan balada, .
. dengan gaya yang lebih sederhana dari
puisi lirik;
6. Gaya mantra mulai tampak balada-balada;
7. Gaya
ulangan mulai pada berkembang (meskipun sudah dimulai oleh angkatan 45);
8. Gaya puisi liris
pada umumnya masih meneruskan karya gaya angkatan 45;
9. Gaya slogan
dan retorik makin berkembang
Cirri struktur estetik :
a) Puisi
1) Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembngnya puisi cerita dan balada, . ……..dengan gaya yang lebih sederhana dari puisi lirik.
2) Gaya mantra mulai tampak balada-balada
3) Gaya ulangan mulai pada berkembang (meskipun sudah dimulai oleh angkatan 45)
4) Gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan karya gaya angkatan 45.
5) Gaya slogan dan retorik makin berkembang.
a) Puisi
1) Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembngnya puisi cerita dan balada, . ……..dengan gaya yang lebih sederhana dari puisi lirik.
2) Gaya mantra mulai tampak balada-balada
3) Gaya ulangan mulai pada berkembang (meskipun sudah dimulai oleh angkatan 45)
4) Gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan karya gaya angkatan 45.
5) Gaya slogan dan retorik makin berkembang.
b)Prosa
Dalam hal prosa, cirri-ciri struktur estetik angkatan 45 masih tetap diteruskan oleh periode 50 ini hingga pada dasarnya tak ada perbedaan cirri struktur estetik prosa ini baru tampak jelas dalam periode 70. Hanya saja pernah dikatakan bahwa gaya bercerita pada periode angkatan 50 ini adalah gaya murni bercerita, dalam arti, gaya bercerita hanya menajikan cerita saja, tanpa menyisipkan komentar, pikiran-pikiran sendiri, atau pandangan-pandangan semuanya itu melebur dalam cerita seperti puisi imajisme yang hanya menyajikan imaj-imaji berupa lukian atau gambaran, sedangka pikiran, tema, kesimpulan, terserah pada pembaca bagaimana menafsirkannya. Inilah yang merupakan perbedaan pokok dengan cerita rekaan angkatan 45 misalnya jelas seperti cerpen-cerpen Subagio Sastrowardojo, Trisnojuwono, dan Umar Kayam. Dengan hanya disajikannya cerita murni ini, maka alur menjadi padat.
Dalam hal prosa, cirri-ciri struktur estetik angkatan 45 masih tetap diteruskan oleh periode 50 ini hingga pada dasarnya tak ada perbedaan cirri struktur estetik prosa ini baru tampak jelas dalam periode 70. Hanya saja pernah dikatakan bahwa gaya bercerita pada periode angkatan 50 ini adalah gaya murni bercerita, dalam arti, gaya bercerita hanya menajikan cerita saja, tanpa menyisipkan komentar, pikiran-pikiran sendiri, atau pandangan-pandangan semuanya itu melebur dalam cerita seperti puisi imajisme yang hanya menyajikan imaj-imaji berupa lukian atau gambaran, sedangka pikiran, tema, kesimpulan, terserah pada pembaca bagaimana menafsirkannya. Inilah yang merupakan perbedaan pokok dengan cerita rekaan angkatan 45 misalnya jelas seperti cerpen-cerpen Subagio Sastrowardojo, Trisnojuwono, dan Umar Kayam. Dengan hanya disajikannya cerita murni ini, maka alur menjadi padat.
Cirri struktur estetik :
a) Puisi
1) Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembngnya puisi cerita dan balada, . . . .. ……..dengan gaya yang lebih sederhana dari puisi lirik.
2) Gay mantra mulai tampak balada-balada
3) Gaya ulangan mulai pada berkembang (meskipun sudah dimulai oleh angkatan 45)
4) Gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan karya gaya angkatan 45.
5) Gaya slogan dan retorik makin berkembang.
a) Puisi
1) Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembngnya puisi cerita dan balada, . . . .. ……..dengan gaya yang lebih sederhana dari puisi lirik.
2) Gay mantra mulai tampak balada-balada
3) Gaya ulangan mulai pada berkembang (meskipun sudah dimulai oleh angkatan 45)
4) Gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan karya gaya angkatan 45.
5) Gaya slogan dan retorik makin berkembang.
b)Prosa
Dalam hal prosa, cirri-ciri struktur estetik angkatan 45 masih tetap diteruskan oleh periode 50 ini hingga pada dasarnya tak ada perbedaan cirri struktur estetik prosa ini baru tampak jelas dalam periode 70. Hanya saja pernah dikatakan bahwa gaya bercerita pada periode angkatan 50 ini adalah gaya murni bercerita, dalam arti, gaya bercerita hanya menajikan cerita saja, tanpa menyisipkan komentar, pikiran-pikiran sendiri, atau pandangan-pandangan semuanya itu melebur dalam cerita seperti puisi imajisme yang hanya menyajikan imaj-imaji berupa lukian atau gambaran, sedangka pikiran, tema, kesimpulan, terserah pada pembaca bagaimana menafsirkannya. Inilah yang merupakan perbedaan pokok dengan cerita rekaan angkatan 45 misalnya jelas seperti cerpen-cerpen Subagio Sastrowardojo, Trisnojuwono, dan Umar Kayam. Dengan hanya disajikannya cerita murni ini, maka alur menjadi padat.
Dalam hal prosa, cirri-ciri struktur estetik angkatan 45 masih tetap diteruskan oleh periode 50 ini hingga pada dasarnya tak ada perbedaan cirri struktur estetik prosa ini baru tampak jelas dalam periode 70. Hanya saja pernah dikatakan bahwa gaya bercerita pada periode angkatan 50 ini adalah gaya murni bercerita, dalam arti, gaya bercerita hanya menajikan cerita saja, tanpa menyisipkan komentar, pikiran-pikiran sendiri, atau pandangan-pandangan semuanya itu melebur dalam cerita seperti puisi imajisme yang hanya menyajikan imaj-imaji berupa lukian atau gambaran, sedangka pikiran, tema, kesimpulan, terserah pada pembaca bagaimana menafsirkannya. Inilah yang merupakan perbedaan pokok dengan cerita rekaan angkatan 45 misalnya jelas seperti cerpen-cerpen Subagio Sastrowardojo, Trisnojuwono, dan Umar Kayam. Dengan hanya disajikannya cerita murni ini, maka alur menjadi padat.
Ciri-ciri ekstra estetik :
a) Puisi
1) ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup yang penuh penderitaan
2) mengungkapkan masalah-masalah social, kemiskinan, pengangguran, perbedaan kaya …..miskin yang ‘ besar, belum adanya pemerataan hidup
3) banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat sebagai pokok-pokok sajak …..balada.
a) Puisi
1) ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup yang penuh penderitaan
2) mengungkapkan masalah-masalah social, kemiskinan, pengangguran, perbedaan kaya …..miskin yang ‘ besar, belum adanya pemerataan hidup
3) banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat sebagai pokok-pokok sajak …..balada.
b)
Prosa
1) cerita perang mulai berkurang
2) menggambarkan kehidupan sehari-sehari
3) kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap seperti tampak dalam novel Toha Mochtar …..Bokor Hutasuhut : Penakluk Ujung Dunia, dan cerpen-cerpen Bastari Asnin : Di Tengah …..Padang dan cerpen-cerpen Bastari Asnin Di Tengah Padang dan cerpen-cerpen Yusah …..Ananda
4) banyak mengemukakan pertentangan-pertentangan politik. Visi-misi dari angkatan 50 ini …..adalah : Memantulkan kehidupan masyarakat yang masih harus terus berjuang dan …..berbenah di awal-awal masa kemerdekaan lewat karya sastra. Menghadirkan karya sastra …..Indonesia dengan menggunakan . bahan dari sastra dan kebudayaan Indonesia sendiri.
1) cerita perang mulai berkurang
2) menggambarkan kehidupan sehari-sehari
3) kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap seperti tampak dalam novel Toha Mochtar …..Bokor Hutasuhut : Penakluk Ujung Dunia, dan cerpen-cerpen Bastari Asnin : Di Tengah …..Padang dan cerpen-cerpen Bastari Asnin Di Tengah Padang dan cerpen-cerpen Yusah …..Ananda
4) banyak mengemukakan pertentangan-pertentangan politik. Visi-misi dari angkatan 50 ini …..adalah : Memantulkan kehidupan masyarakat yang masih harus terus berjuang dan …..berbenah di awal-awal masa kemerdekaan lewat karya sastra. Menghadirkan karya sastra …..Indonesia dengan menggunakan . bahan dari sastra dan kebudayaan Indonesia sendiri.
B. Sastrawan periode
angkatan 50-an dan karyanya
1) W.S. Rendra
Karya sastranya :
a) Balada
orang-orang tercinta (1957)
b) Empat (kumpulan sajak, 1961)
C)
Ia sudah bertualang (1963)
2) Ajip Rosidi
Karyanya yang telah terbit adalah:
a) Tahun-tahun
Kematian (1955),
b) Pesta (1956),
c) Di Tengah
Keluarga (1956),
d) Sebuah Rumah Buat
Hari Tua (1968),
e) Perjalanan
Penganten (1958),
f) Cari Muatan
(1959),
g) Cerita Pendek
Indonesia (1958),
h) Surat Cinta Endaj
Rasidin (1960).
3) A.A Navis
Karya karya A.A Navis adalah:
a) Robohnya surau
kami (1956)
b) Bianglala (1963)
c) Hujan panas
(1963)
d) Kemarau (1967).
Angkatan 1966
1. Angkatan ’66 ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison.
Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini.
2. Banyak karya sastra pada angkatan yang sangat beragam dalam aliran sastra, ….seperti munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, ….absurd, dan lainnya.
3. Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah:
a. Bercorak perjuangan anti tirani proses politik,
b. anti kezaliman dan kebatilan
c. Bercorak membela keadilan
d. Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan
e. Berontak
f. Pembelaan terhadap Pancasila
g. Protes sosial dan politik
1. Angkatan ’66 ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison.
Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini.
2. Banyak karya sastra pada angkatan yang sangat beragam dalam aliran sastra, ….seperti munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, ….absurd, dan lainnya.
3. Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah:
a. Bercorak perjuangan anti tirani proses politik,
b. anti kezaliman dan kebatilan
c. Bercorak membela keadilan
d. Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan
e. Berontak
f. Pembelaan terhadap Pancasila
g. Protes sosial dan politik
Latar Belakang Angkatan 70
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami N. Toda.
Menurut Dami angkatan 70 dimulai dengan novel-novel Iwan Simatupang, yang jelas
punya wawasan estetika novel tersendiri. Dalam angkatan 70-an mulai bergesernya
sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam
menghasilkan karya sastra bercorak baru baik dibidang puisi , prosa maupun
drama.
Pengarang yang dapat dikelompokan ke dalam akangkatan 70
adalah: Iwan Simatupang, W. S. Rendra, Sutarji Calzoum Bachri, Danarto, Budi
Darma, Putu Wijaya, Arifin C. Noer, dan lain-lain. Pengarang yang disebut
sebagai Angkatan 70 ini ada yang sudah tergolongkan juga pada masa-masa
sebelumnya. Hal inilah yang menandakan bahwa karya mereka terus berkembang.
CIRI – CIRI angkatan 70an
Pada masa ini para pengarang sangat bebas berkesperimen dalam penggunaan bahasa dan bentuk , seperti dikatakan ajip rosidi ( 1977; 6) dalam laut biru langit biru bahwa mereka seakan – akan menjajaki sampai batas kemungkinan bahasa indonesia sebagai alat pengucapan sastra , disamping mencoba batasa – batas kemungkinan berbagai bentuk , baik prosa maupun puisi ,sehingga perbedaan antara prosa dan puisi kian tidak jelas.
Pada masa ini para pengarang sangat bebas berkesperimen dalam penggunaan bahasa dan bentuk , seperti dikatakan ajip rosidi ( 1977; 6) dalam laut biru langit biru bahwa mereka seakan – akan menjajaki sampai batas kemungkinan bahasa indonesia sebagai alat pengucapan sastra , disamping mencoba batasa – batas kemungkinan berbagai bentuk , baik prosa maupun puisi ,sehingga perbedaan antara prosa dan puisi kian tidak jelas.
1. PUISI
Struktur fisik
Puisi bergaya mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa : ulangan ,
kata , frase atau kalimat .
• Gaya bahasa paraleisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk memperoleh . efek yang sebesar – besarnya serta menonjolkan tipografi
• Puisi kongret sebagai eksperimen
• Banyak menggunakan kata – kata daerah untuk memberi kesan ekspresif
• Banyak menggunakan permainan bunyi
• Gaya penulisan yang prosais
• Menggunakan kata yang sebelumnya tabu
Struktur fisik
Puisi bergaya mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa : ulangan ,
kata , frase atau kalimat .
• Gaya bahasa paraleisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk memperoleh . efek yang sebesar – besarnya serta menonjolkan tipografi
• Puisi kongret sebagai eksperimen
• Banyak menggunakan kata – kata daerah untuk memberi kesan ekspresif
• Banyak menggunakan permainan bunyi
• Gaya penulisan yang prosais
• Menggunakan kata yang sebelumnya tabu
Struktur Tematik
• Protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi
• Kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subyek dan bukan obyek . ……..pembangunan
• Banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistik
• Ceritadan pelukisan bersifat alegoris dan parabel
• Perjuangan hak – hak asasi manusia , kebebasan , persamaan , pemeratan dan …….terhindar dari pencemaran teknologi modern
• Kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewqenag – wenang terhadap mereka …….yang lemah dan kritik terhadap penyeleweng
• Protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi
• Kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subyek dan bukan obyek . ……..pembangunan
• Banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistik
• Ceritadan pelukisan bersifat alegoris dan parabel
• Perjuangan hak – hak asasi manusia , kebebasan , persamaan , pemeratan dan …….terhindar dari pencemaran teknologi modern
• Kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewqenag – wenang terhadap mereka …….yang lemah dan kritik terhadap penyeleweng
2. PROSA DAN DRAMA
Struktur fisik
Melepaskan ciri konvensional , menggunakan pola sastra ” absurd ” dalam tema , alur , tokoh maupun latar. Menampakkan ciri latar kedaeraan ” warna lokal ”.
Struktur Tematik
Sosial : politik , kemiskinan ,Kejiwaan ,Metafisik
Struktur fisik
Melepaskan ciri konvensional , menggunakan pola sastra ” absurd ” dalam tema , alur , tokoh maupun latar. Menampakkan ciri latar kedaeraan ” warna lokal ”.
Struktur Tematik
Sosial : politik , kemiskinan ,Kejiwaan ,Metafisik
Asal – Mula Lahirnya Angkatan 2000
Setelah
lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan
karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar
wacana tentang lahirnya “ Sastrawan Angkatan 2000 “ . Sebuah buku tebal tentang
angkatan 2000 yang disusunnya
diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. seratus cerpenis,
novelis, eseis, dan kritikus dimasukkan korrie ke dalam angkatan 2000, termasuk
mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun
Yosi Herfanda dan Seno Gumira, serta yang muncul pada 1990-an seperti Ayu
Utami, dan Dorothea Rosa Herliany.
Ciri-ciri
karya sastra angkatan 2000
1.
Tema sosial-politik, romantik, masih mewarnai tema karya sastra
2. Pilihan kata diambil dari bahasa sehari-hari
yang disebut bahasa ‘kerakyatjelataan’.
3.
Revolusi tipografi atau tata wajah yang bebas aturan dan cenderung ke puisi
konkre.
4. Penggunaan
estetika baru yang disebut “antromofisme” (gaya bahasa berupa . ……..penggantian tokoh
manusia sebagai ‘aku lirik’ dengan benda-benda)
5. Karya-karyanya
profetik (keagamaan/religius) dengan kecenderungan menciptakan …….penggambaran yang
lebih konkret melalui alam.
6.
Kritik social juga muncul lebih keras.
7.
Banyak muncul kaum perempuan
8.
Disebut angkatan modern
9.
Karya sastra lebih marak lagi, termasuk adanya sastra koran, contohnya dalam
H.U. …...Pikiran Rakyat.
10.
Adanya sastra bertema gender, perkelaminan, seks, feminism
11.
Banyak muncul karya populer atau gampang dicerna, dipahami pembaca
12.
Muncul cyber sastra di Internet
Negeri
5 Menara (2009)
Ranah
3 Warna (2011)
Rantau
1 Muara (2013)
Laskar
Pelangi (2005)
Sang
Pemimpi (2006)
Edensor
(2007)
Maryamah
Karpov (2008)
Padang
Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
Larung (2001)