Karakteristik Peserta Didik di Tingkat Sekolah Menengah Atas
Karakteristik Fisik, kognitif
(kreativitas, berpikir kritis), emosi, sosial, bahasa, moral anak SMA. Kebutuhan dan tugas-tugas perkembangan anak SMA
A. Fisik
Perubahan fisik
selama masa remaja dibagi menjadi beberapa tahap:
1. Perubahan Eksternal
Perubahan yang
terjadi selama masa remaja dibagi menjadi beberapa tahap:
a. Tinggi Badan
Rata-rata anak perempuan mencapai tingkat matang pada usia antara 17 dan 18
tahun, rata-rata anak laki-laki kira-kira setahun setelahnya. Perubahan tinggi badan remaja
dipengaruhi asupan makanan yang diberikan, pada anak yang diberikan imunisasi
pada masa bayi cenderung lebih tinggi dipada anak yang tidak mendapatkan
imunisasi. Anak yang tidak diberikan imunisasi lebih banyak menderita sakit
sehingga pertumbuhannya terlambat.
b. Berat Badan
Perubahan berat badan mengikuti jadwal yang sama dengan perubahan tinggi
badan, perubahan berat badan terjadi akibat penyebaran lemak pada bagian-bagian
tubuh yang hanya mengandung sedikit lemak atau bahkan tidak mengandung lemak. Ketidakseimbangan perubahan tinggi
badan dengan berat badan menimbulkan ketidak idealan badan anak, jika perubahan
tinggi badan lebih cepat dari berat badan, maka bentuk tubuh anak menjadi
jangkung (tinggi kurus), sedangkan jika perubahan berat badan lebih cepat dari
perubahan tinggi badan, maka bentuk tubuh anak menjadi gemuk gilik (gemuk
pendek).
c. Proposi Tubuh
Berbagai anggota tubuh lambat laun mencapai perbandingan yang tumbuh baik.
Misalnya, badan melebar dan memanjang sehingga anggota badan tidak lagi
kelihatan terlalu pandang.
d. Organ Seks
Baik laki-laki maupun perempuan, organ seks mengalami ukuran matang pada
akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun
kemudian.
e. Ciri-ciri Seks
Sekunder
Ciri-ciri seks sekunder yang utama, perkembangannya matang pada masa akhir
masa remaja. Ciri sekunder tersebut antara lain
ditandai dengan tumbuhnya kumis dan jakun pada laki-laki, sedangkan pada
perempuan ditandai dengan membesarnya payudara.
2. Perubahan Internal
Perubahan yang
terjadi dalam organ dalam tubuh remaja dan tidak tampak dari luar. Perubahan
ini nantinya sangat mempengaruhi kepribadian remaja. Perubahan tersebut adalah:
a. Sistem Pencernaan
Perut menjadi lebih panjang dan tidak lagi terlampau berbentuk pipa, usus
bertambah panjang dan bertambah besar, otot-otot diperut dan dinding-dinding
usus menjadi lebih tebal dan kuat, hati bertambah berat dan kerongkongan
bertambah panjang.
b. Sistem Peredaran Darah
Jantung tumbuh pesat selama masa remaja, pada usia 17 atau 18, beratnya 12
kali berat pada waktu lahir. Panjang dan tebal dinding pembuluh darah meningkat
dan mencapai tingkat kematangan bilamana jantung sudah matang.
c. Sistem Pernafasan
Kapasitas paru-paru anak perempuan hampir matang pada usia 17 tahu; anak
laki-laki mencapai tingkat kematangan baru beberapa tahun kemudian.
d. Sistem Endokrin
Kegiatan gonad yang meningkat pada masa puber menyebabkan ketidak
seimbangan sementara dari seluruh sistem endokrin pada masa awal puber.
Kelenjar-kelenjar seks berkembang pesat dan berfungsi, meskipun belum mencapai
ukuran yang matang sampai akhir masa remaja atau awal masa dewasa.
e. Jaringan Tubuh
Perkembangan kerangka berhenti rata-rata pada usia 18 tahun. Jaringan
selain tulang, khususnya bagi perkembangan otot, terus berkembang sampai tulang
mencapai ukuran yang matang.
Pertumbuhan
Fisik Remaja dengan Implikasinya terhadap Pendidikan
Dalam
batas-batas tertentu, proses pembelajaran dapat diselenggarakan sedemikian rupa
sehingga dapat membantu percepatan pertumbuhan fisik subjek didik. Dalam proses
pembelajaran itu dapat diupayakan berbagai stimulus secara sistematis, antara
lain:
a. Menjaga kesehatan
badan.
Kebiasaan
hidup sehat, bersih, dan olahraga secara teratur akan dapat membantu menjaga
kesehatan pertumbuhan tubuh. Namun, bila ternyata masih juga terkena penyakit,
haruslah segara diupayakan agar lekas sembuh. Sebab kesehatan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik.
b. Memberi makanan yang baik.
Makanan
yang baik ialah makanan yang banyak mengandung gizi, segar, sehat, dan tidak tercemar
oleh kotoran atau penyakit. Baik buruknya makanan akan menentukan pula
pertumbuhan anak.
Implikasinya bagi pendidikan adalah
perlunya memperhatikan faktor berikut:
a) Menyediakan sarana dan
prasarana
Faktor
sarana dan prasarana ini jangan sampai menimbulkan gangguan kesehatan pada
anak. Misalnya ruangan kelas, tempat duduk dan meja, dan sebagainya.
b) Waktu istirahat
Istirahat
sangat dibutuhkan untuk menghilangkan rasa lelah dan mengumpulkan tenaga baru,
istirahat yang cukup sangat diperlukan.
c) Diadakannya jam olahraga
bagi siswa
Pelajaran
olahraga sangat penting bagi pertumbuhan fisik anak karena dengan olahraga yang
dijadwalkan secara teratur oleh sekolah berarti pertumbuhan fisik anak akan
memperoleh stimulasi secara teratur pula.
Permasalahan
dalam pertumbuhan fisik sering disebabkan karena perasaan dan pikiran mengenai
fisiknya. Remaja yang banyak perhatiannya terhadap kehidupan kolektif,
perilakunya akan banyak dipengaruhi oleh perilaku kelompoknya. Kelompok remaja
dapat terbentuk di sekolah seperti kelompok tim olahraga, tim kesenian,
pramuka, dan sebagainya. Kegiatan tersebut dapat memupuk pertumbuhan fisik
remaja. Namun kadang kala remaja juga dapat terjerumus dalam suatu kelompok
yang membuat mereka menjadi remaja yang tidak baik menurut pandangan keluarga
maupun masyarakat, biasanya kegiatan yang bernilai negatif tersebut seperti
ngebut, begadang, miras, dan semacamnya yang mengganggu kesehatannya. Oleh
karena itu, pengembangan program kelompok remaja ke arah kegiatan yang bernilai
positif oleh para guru di sekolah merupakan upaya positif untuk membantu para
remaja dalam pertumbuhan fisik mereka.
Pengembangan
kegiatan pramuka, penyelenggaraan senam kesegaran jasmani, dan pembiasaan hidup
bersih perlu diprogram sebagai kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler di
sekolah menengah. Pembentukan kelompok atas bimbingan guru merupakan kegiatan
yang dapat membentuk mereka untuk belajar secara bertanggung jawab. Maka pada
saat pembentukan kelompok belajar atas bimbingan guru dan atau orang tua,
sesungguhnya mereka telah membentuk remaja untuk belajar teratur dan
bertanggung jawab. Di samping itu, baik guru maupun orang tua perlu membantu
remaja agar memahami keadaan fisik dan perubahan-perubahan yang dialami remaja,
seperti memberikan pengarahan kepada mereka berkaitan dengan pertumbuhan yang
dialaminya.
Pengaruh Pertumbuhan Fisik terhadap Tingkah Laku
Perubahan fisik hampir selalu dibarengi dengan perubahan
perilaku dan sikap.Keadaan ini seringkali menjadi sedikit parah karena sikap
orang-orang yang berbeda disekelilingnya dan sikapnya sendiri dalam menanggapi
perubahan fisik itu. Konsistendengan konsep dasar bahwa individu merupakan satu
kesatuan psikofisik yang tidak dapat dipisah-pisahkan, maka pertumbuhan
fisik mempunyai pengaruh terhadap tingkahlaku. Dalam masa remaja, perubahan
yang terjadi sangat mencolok dan jelas sehingga dapat mengganggu keseimbangan
yang sebelumnya sudah terbentuk. Perilaku merekamendadak menjadi sulit diduga
dan seringkali agak melawan norma sosial yang berlaku.
Seberapa
jauh perubahan pada masa remaja akan mempengaruhi perilakusebagaian besar
tergantung pada kemampuan dan kemauan anak remaja untuk mengungkapkan
keprihatinan dan kecemasannya kepada orang lain sehingga dengan begitu ia dapat
memperoleh pandangan baru dan yang lebih baik. Dunbar dalam Hurlock (1992)
menjelaskan, reaksi efektif terhadap perubahan utama ditentukan olehkemampuan
untuk berkomunikasi. Karena berkomunikasi merupakan cara untuk mengatasi
kecemasan yang selalu disertai tekanan.
Perubahan
pada masa remaja sering mempengaruhi sikap dan perilakunya.Hurlock (1992)
mengemukakan perubahan yang terjadi, yaitu:
1.Ingin
menyendiri
2.Bosan
3.Inkoordinasi
4.Antagonis
Sosial
5.Emosi
yang meninggi
6.Hilangnya
Kepercayaan Diri
B. Karakter Kognitif
Intelektual
adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar,
membayangkan, mengagas, atau menyoal dan menjawab persoalan tentang berbagai
gagasan. Pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 tahun secara
fungsional, perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Secara intelektual remaja
mulai dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak.
2. Berfungsinya kegiatan
kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi, membuat
keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah.
3. Sudah mampu menggunakan
abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit dengan yang abstrak.
5. Memikirkan masa depan,
perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya psikologi remaja.
7. Wawasan berfikirnya semakin
meluas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, dan identitas (jati diri).
Karakteristik
perkembangan intelektual remaja digambarkan oleh Keating (Syamsu Yusuf, 2004 :
195 - 196) sebagai berikut:
1. Kemampuan intelektual
remaja telah sampai pada fase operasi formal sebagaimana konsep Piaget.
Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya kepada kesadaran
sendiri di sini dan sekarang (here and
now), cara berpikir remaja berkaiatan erat dengan dunia kemungkinan (world of possibilities).
2. Melalui kemampuannya untuk
menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
3. Mampu memikirkan masa depan
dan membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk
mencapainya.
4. Mampu menyadari aktivitas
kognitifnya dan mekanisme yang membuat proses kognitif tersebut efisien atau
tidak efisien.
5. Cakrawala berpikirnya
semakin luas.
Implikasi
Perkembangan Intelek Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Piaget menyebutkan bahwa sebagian besar remaja mampu
memahami dan mengkaji konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Menurut
Bruner, siswa usia remaja ini dapat menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan
cara yang canggih. Guru dapat membantu mereka dengan menggunakan pendekatan
keterampilan proses (discover approach) dengan memberi penekanan pada
penguasaan konsep-konsep abstrak.
Karena
siswa pada usia remaja ini masih dalam proses penyempurnaan penalaran, guru
hendaknya tidak menganggap bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan
guru. Untuk itu, guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan
diskusi secara baik serta memberikab tugas-tugas penulisan makalah. Dalam hal
ini, guru hendaknya mengamati kecenderungan-kecenderungan remaja untuk
melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak tergali. Cara yang baik dalam
mengatasi bentuk-bentuk pemikiran yang belum matang ialah membantu siswa
menyadari bahwa mereka telah melupakan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Namun, bila permasalahan tersebut merupakan masalah kompleks dengan bobot emosi
yang cukup dalam, hal itu bukan tugas yang mudah.
C. Bahasa
Pola bahasa yang dimiliki dan dikuasai anak adalah bahasa
yang berkembang di dalam keluarga, yang disebut bahasa ibu. Perkembangan bahasa
ibu dilengkapi dan diperkaya oleh bahasa masyarakat tempat mereka tinggal. Hal
ini berarti proses pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan
dengan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku berbahasa.
Pengaruh pergaulan dengan teman sebaya menyebabkan bahasa remaja lebih diwarnai
oleh pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok masyarakat yang
bentuknya amat khusus, seperti istilah “baceman” di kalangan pelajar
yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem juga
tercipta secara khusus di kalangan remaja untuk kepentingan khusus remaja pula.
Karakter bahasa yang biasa muncul dalam usia remaja SMA adalah sebagai berikut:
· Lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu yang
dipilihnya.
· Menggemari literatur yang bernapaskan dan mengandung
nilai-nilai filosofis, ethis, religius.
· Lebih bersifat rasionalisme idealis
· Sudah mampu mengoprasikan kaidah-kaidah logika formal
disertai kemapuannya membuat generalisasi yang lebih bersifat konklusif dan
komperhensif.
· Tercapainya titik puncak kedewasaan, yang kemudian mungkin
ada pertambahan yang sangat terbatas bagi yang terus bersekolah, bahkan mungkin
menjadi mapan yang suatu saat menjalani deklinasi.
·
Kecenderunga bakat tertentu mencapai
titik puncak dan kemantapannya.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Perkembangan
bahasa seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini.
a. Faktor
umur
b. Faktor
kondisi lingkungan
c. Faktor
kecerdasan
d. Status
sosial ekonomi keluarga
e. Faktor
kondisi fisik
Pengaruh
Kemampuan Berbahasa terhadap Kemampuan Berpikir
Tingkat kemampuan berpikir sangat berpengaruh terhadap
kemampuan berbahasa. Demikian pula sebaliknya. Orang yang kemampuan berpikirnya
rendah akan mengalami kesulitan dalam menyusun kata-kata atau kalimat yang
baik, logis, dan sistematis. Hal ini tentu saja akan menyulitkan mereka dalam
berkomunikasi.
Orang
menyampaikan ide atau gagasannya menggunakan bahasa. Demikian pula menangkap
ide atau gagasan orang lain dilakukan melalui bahasa. Menyampaikan dan
menangkap makna ide dan gagasan merupakan proses berpikir yang abstrak.
Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat kekaburan persepsi yang
diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah hasil proses berpikir menjadi tidak
tepat. Ketidaktepatan ini diakibatkan oleh kekurangan dalam berbahasa.
Implikasi
Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Kelompok belajar terdiri dari siswa-siswa yang memiliki
variasi bahasa yang berbeda-beda, baik kemampuan maupun polanya. Sehubungan
dengan itu, dalam mengembangkan strategi belajar mengajar di bidang bahasa,
guru perlu memfokuskan pada kemampuan dan keragaman bahasa anak. Anak diminta untuk
melakukan pengulangan (menceritakan kembali) pelajaran yang telah diberikan
dengan kata-kata yang disusun sendiri.
Dengan cara ini, guru dapat melakukan identifikasi tentang
pola dan tingkat kemampuan bahasa mereka. Kalimat atau cerita anak tentang isi
pelajaran perlu diperkaya dan diperluas oleh guru agar mereka mampu menyusun
cerita yang lebih komprehensif tentang isi bacaan yang telah dipelajarinya
dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian
secara mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan
bacaan akan lebih mengembangkan kemampuan dan membentuk pola bahasa anak. Dalam
penggunaan model ini, guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam
bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Oleh karena itu, sarana pengembangan
berbahasa, seperti buku bacaan, surat kabar, majalah, dan lain-lain hendaknya
disediakan di sekolah.
D. Moral
Karakteristik
yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional
formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masala-masalah
yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak
lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber
moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988).
Perkembangan
pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban
mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu
yang bernilai, walau belum mampu mempertanggung jawabkannya secara pribadi
(Monks, 1988). Perkembangan moral remaja yang demikian, jika meminjam teori
perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensioanl. Pada
akhir masa remaja seseorang akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral
yang disebut tahap pascakonvensional ketika orisinilitas pemikiran moral remaja
sudah semakin jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian
pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata yang bersifat
konvensional.
Melalui
pengalaman atau berinteraksi social dengan orang tua, guru, teman sebaya atau
orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika
dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai
moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan
kedisiplinan.
Pada
masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai
baik oleh orang lain. Remaja berprilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan
fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian
positif dari orang lain tentang perbuatannya).
Dikaitkan
dengan perkembangan moral dari Lawrence Kohlberg, menurut Kusdwirarti Setiono (Fuad
Noshori, Suara Pembaharuan, 7 Maret 1997) pada umunya remaja berada
dalam tingkatan konvensional, atau berada dalam tahap ketiga (berprilaku sesuai
dengan tuntutan dan harapan kelompok), dan keempat (loyalitas terhadap norma
atau peratutan yang berlaku dan diyakininya).
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Kusmara (Mahasiswa PPB FIP IKIP Bandung)
terhadap siswa kelas II SMA Negeri 22 Bandung pada tahun 1995 ditemukan bahwa
tingkatan moral mereka itu bersifat menyebar, yaitu pada tingkat pra-konvensional
(14%), konvensional (38%), dan pasca-konvensional (48%). Jumlah para siswa yang
menjadi responden penelitiannya sebanyak 120 orang.
Dengan
masih adanya siswa SMU (remaja) pada tingkat pra-konvensional atau
konvensional, maka tidaklah heran apabila diantara remaja masih banyak yang
melakukan dekadensi moral atau pelecehan nilai-nilai seperti tawuran, tindak
criminal, meminum minuman keras, dan hubungan seks di luar nikah.
Remaja berprestasi dan tawuran adalah dua hal berbeda yang
merupakan cerminan moral yang dianut remaja.
Keragaman tingkat moral remaja disebabkan oleh factor
penentunya yang beragam juga. Salah satu factor penentu atau yang mempengaruhi
perkembangan moral remaja itu adalah orangtua. Manurut Adamm dan Gullotta (183:
172-173) terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orangtua
mempengaruhi nilai remaja, yaitu sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat moral remaja dengan tingkat moral
orangtua (Haan, Langer & Kohlberg, 1976).
2. Ibu-ibu remaja yang tidak
nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam tahapan nalar moralnya daripada
ibu-ibu yang anaknya nakal, dan remaja yang tidak nakal mempunyai skor lebih
tinggi dalam kemampuan nalar moralnya daripada remaja yang nakal (Hudgins &
Prentice, 1973).
3. Terdapat dua factor
yang dapat meningkatkan perkembangan moral anak atau remaja , yaitu
:
a) Orangtua yang
mendorong anak untuk berdiskusi secara demokratik dan terbuka mengenai berbagai
isu, dan
b) Orangtua yang
menerapkan disiplin terhadap anak dengan teknik berpikir
induktif (Parikh, 1980).
Implikasi Perkembangan Moral dalam
Pendidikan
Para
remaja sering bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar hidup orang tua
dan orang dewasa lainnya. Akan tetapi mereka tetap menginginkan suatu sistem
nilai yang akan menjadi pegangan dan petunjuk bagi perilaku mereka. Untuk
remaja, moral merupakan suatu kebutuhan untuk menumbuhkan identitas dirinya
menuju kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari konflik yang sering
terjadi. Nilai agama juga perlu mendapat perhatian, karena agama juga
mengajarkan tingkah laku yang baik dan buruk.
Apa
yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang hanya dapat diketahui dengan cara
mempelajari gejala dan tingkah laku seseorang tresebut atau membandingkannya
dengan gejala serta tingkah laku orang lain. Tidak semua individu mencapai
tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan. Adapun upaya-upaya yang
dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah :
a. Menciptakan
komunikasi
Dalam
komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral.
· Merangsang anak agar lebih aktif
dalam tanggung jawab dan penentuan keputusan kelompok.
· Mengikutsertakan remaja dalam
beberapa pembicaraan dan pengambilan keputusan keluarga maupun kelompok sebaya.
· Memberi kesempatan remaja
berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral.
b. Menciptakan iklim lingkungan yang
serasi
Usaha
pengembangan tingkah laku nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan
pendekatan-pendekatan intelektual semata, tetapi juga mengutamakan adanya
lingkungan yang kondusif di mana faktor-faktor lingkungan itu merupakan
penjelmaan nyata dari nilai-nilai hidup tersebut.
E. Emosi
Pada masa ini, tingkat karateristik emosional akan
menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja
seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci,
harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik.
Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus mengetahui setiap aspek yang
berhubungan dengan perubahan pola tingkah laku dalam perkembangan remaja, serta
memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi
yang baik dengan remaja. Perkembangan pada masa SMA (remaja) merupakan suatu
titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sifat
kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan
orang tua.
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang
berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan
individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu
dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka
melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau
dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa,
mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa.
Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa
remaja, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat
perubahan fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang
diharapkan oleh kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian
menimbulkan masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai, bersikap
mendua (ambivalen) terhadap perubahan. Perubahan-perubahan tersebut akhirnya
berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan juga psikomotorik
mereka.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi menunjukkan bahwa
perkembangan emosi remaja sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor
belajar (Hurlock, 1960:266). Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan
emosi remaja. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain
sebagai berikut:
a. Belajar
dengan coba-coba
b. Belajar
dengan cara meniru
c. Belajar
dengan cara mempersamakan diri
d. Belajar
melalui pengondisian
e. Belajar
di bawah bimbingan dan pengawasan
Pengaruh
Emosi terhadap Tingkah Laku
Perasaan takut atau marah dapat menyebabkan seseorang
mengalami gangguan emosi dan menjadi gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi
kering, jantung berdetak cepat, dan lain-lain. Gangguan emosi juga dapat
menjadi penyebab seseorang kesulitan berbicara. Ketegangan emosional yang cukup
lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Seorang yang gagap sering dapat
berbicara secara normal jika dalam keadaan rileks atau senang. Namun, jika dia
dihadapkan pada situasi-situasi yang menyebabkan kebingungan
Perilaku ketakutan, malu-malu atau agresif dapat disebabkan
oleh ketegangan emosi atau frustasi. Karena reaksi kita berbeda-beda terhadap
setiap orang yang kita jumpai maka akan timbul emosi tertentu. Seorang siswa
bisa saja tidak senang kepada gurunya bukan karena pribadi guru, tetapi karena
sesuatu yang terjadi pada situasi belajar di kelas. Jika ia merasa malu karena
gagal dalam menjawab soal tes lisan, pada kesempatan lain, ia mungkin menjadi
takut ketika menghadapi tes tertulis. Akibatnya, ia memutuskan untuk membolos,
atau mungkin melakukan kegiatan yang lebih buruk lagi, yaitu melarikan diri
dari orangtua, guru, atau otoritas lain.
Implikasi
Pengembangan Emosi Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sehubungan dengan emosi remaja yang cenderung banyak melamun
dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat guru lakukan adalah
memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh dengan rasa tanggung jawab
moral. Salah satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing
dengan diri sendiri.
Perlu disadari bahwa remaja berada dalam keadaan yang
membingungkan dan sulit diterka perilakunya. Dalam banyak hal, ia bergantung
pada orangtua tentang keperluan-keperluan fisik dan merasa mempunyai kewajiban
kepada pengasuhan yang mereka berikan saat dia tidak mampu memelihara dirinya
sendiri. Namun, ia juga merasa ingin bebas dari otorita orangtuanya agar
menjadi orang dewasa yang mandiri. Hal itu memicu terjadinya konflik dengan
orangtua. Apabila terjadi friksi semacam ini, para remaja mungkin merasa
bersalah, yang selanjutnya dapat memperbesar jurang pemisah antara dia dan
orangtuanya.
Seorang siswa yang merasa bingung terhadap kondisi tersebut
mungkin merasa perlu menceritakan penderitaannya, termasuk rahasia-rahasia
pribadinya kepada orang lain. Oleh karena itu, seorang guru pembimbing
hendaknya tampil berfungsi dan bersikap seperti pendengar yang bersimpatik.
F. Sosial
Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan
untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang
unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya.
Pada masa ini
juga berkembang sikap “conformity”, yaitu kecenderungan untuk
menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau
keinginan orang lain (teman sebaya).
Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku
yang secara moral dan agama dapat dipertanggung jawabkan maka kemungkinan besar
remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sedangkan, apabila
kelompoknya itu menampilkan dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moral maka
sangat dimungkinkan remaja akan melakukan perilaku seperti kelompoknya
tersebut.
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan
kemampuan mental terutama emosi dan intelegensi.
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap
berbagai aspek perkembangan anak termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi atau
tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang yang kondusif bagi
sosialisasi anak. Didalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan
dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak.
Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan
diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diartikan oleh
keluarga.
2. Kematangan
Anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Disamping itu, kemampuan
berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi
dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah
mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3. Status
Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status
kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan mmandang
anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam
konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “Ia anak siapa”. Secara tidak
langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan
memperhitungkan norma yang berlaku didalam keluarganya. Dari pihak anak itu
sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan
oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan
senantiasa “menjaga” status sosial dalam ekonomi keluarganya. Dalam hal
tertentu, maksud “mejaga ststus dalam keluarganya” itu mengakibatkan
menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat
berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat
lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan
warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang
akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak
dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat dan kelembagaan. Penanaman
norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang
belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan
dekat, tetapi dikenalkan kepada norma-norma kehidupan bangsa (nasional) dan
norma kehidupan antarbangsa, titik pergaulan membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
5. Kapasitas
Mental, Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir banyak mempengaruhi banyak hl, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual
tinggi akan berkembang bahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan
intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, pengendalian emosional secara
seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap
saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam
kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan
intelektual tinggi.
Pengaruh
Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang
lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri yang sering mengarah
kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil
pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak saling dipengaruhi, oleh ide-ide dari teori-teori yang
menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang
tuanya. Kemapuan obstraksi anak yang menimbulkan kemampuan mempersalahkan
kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya
menurut alam fikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa:
1. Cita-cita
idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan
akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin
menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan
berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam
penilaiannya.
Melalui banyak
pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang
lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhiri masa remaja sudah sangat
kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.
Implikasi
Perkembangan Sosial Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Remaja yang dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki
sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknyha. Mereka belum
mamahami benar tentang norma-norma sosial yang berlaku didalam kehidupan
bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi,
karena mereka sukar untuk menerima norma seksual dengan kondisi dalam kelompok
atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan
merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya
pengembangan hubungan sosial remaja yang diawali dari lingkungan keluarga,
sekolah serta lingkungan masyarakat.
1. Lingkungan
Keluarga
Orang tua hendaknya mengikuti kedewasaan remaja dengan jalan memberikan
kebebasan terbimbing untuk menghambil keputusan dan tanggung jawab sendiri.
Iklim kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak memiliki kebiasaan
psikologis untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan cara demikian remaja akan
merasa bahwa dirinya dihargai, diterima, dicintai, dan dihormati sebagai manusia
oelh orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Dalam konteks
bimbingan orang tua terhadap remaja Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola
asuh orang tua yaitu:
a) Pola
Asuh Bina Kasih (Induction)
Yaitu pola asuh
yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan
penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil
oleh anaknya.
b) Pola
Asuh Unjuk Kuasa (Power Acsertion)
Yaitu pola asuh
yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan
kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak dapat menerimanya.
c) Pola
Asuh Lepas Kasih (Love Withdrawai)
Yaitu pola asuh
yang diterapkan orang tua dalam medidik anaknya dengan cara menarik sementara
kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya. Akan
tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dikehendaki orang tuanya maka
cinta kasihnya itu akan dikembalikan seperti sedia kala.Dalam konteks
pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya perkembangan hubungan
sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterapkan adalah
pola asuh bina kasih (induction). Artinya setiap keputusan yang diambil oleh
orang tua tentang anak remajanya atau setiap pelakuan yang diberikan orang tua
terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan
yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan
pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap
keputusan atau perlakuan orang tuanya.
2. Lingkungan
Sekolah
Didalam mengembankan hubungan sosial remaja, guru juga harus mampu
mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis. Guru harus berupaya
agar pelajaran yang diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak
jarang anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak
bermanfaat. Tugas guru tidak hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik.
Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer pengetahuan
kepada peserta didik, juga harus membina para peserta didik menjadi manusia
dewasa yang bertanggung jawab.
Dengan
demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan dapat berkembangsecara
maksimal.
3. Lingkungan
Masyarakat
a) Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan
untuk memberikan rangsang kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat.
b) Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti, bakti karya
untuk dapat mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat.
G. Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan menurut Robert J. Havighurs adalah
sebagian tugas yang muncul pada suatu periode tertentu dalam kehidupan
individu, yang merupakan keberhasilan yang dapat memberikan kebahagian serta
memberi jalan bagi tugas-tugas berikutnya.Tugas-tugas perkembangan tersebut
yaitu :
- Mengembangkan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, yatu mampu bekerja sama dalam kelompok, menerima teman dari lawan jenis, dan tidak memaksakan kehendak pada kelompoknya. Hakikat Tugas perkembangan ini adalah: (1) belajar melihat kenyataan; (2) berkembang menajdi orang dewasa diantara orang dewasa lainnya; (3) belajar bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama; (4) belajar memimpin orang lain tanpa mendominasinya.
- Melaksanakan peran sosial sebagai pria atau wanita sesuai dengan norma masyarakat, yaitu mengetahui dan memahami peran sosial pria atau wanita sesuai norma masyarakat, menerima peran sosial sebagai pria atau wanita, mau mengerjakan pekerjaan pria atau wanita, dan mampu mengerjakan pekerjaan pria atau wanita sesuai norma masyarakat. Hakikat Tugas perkembangan ini adalah bahwa remaja dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masayarakat.
- Menerima keadaan diri dan menggunakannya secara efektif yaitu menerima keadaan fisiknya, menerima bakatnya, memelihara fisiknya, mengembangkan bakatnya dan menghargai keadaan dirinya (self-esteem). Hakikat dari tugas perkembangan ini bertujuan agar remaja merasa bangga atau bersikap toleran terhadap fisiknya, menggunakan dan memelihara fisiknya secara efektif, dan merasa puas dengan fisiknya tersebut.
- Memiliki sikap dan perilaku emosional yang mantap yaitu tidak cepat putus asa, tidak manja, berani mengambil resiko, menyayangi orang tua dengan tulus dan menghormati guru dengan tulus. Hakikat Tugas. Tujuannya (1) membebaskan diri dari sikap dan perilaku yang kekanak-kanakan atau bergantung pada orang tua, (2) mengembangkan afeksi (cinta kasih) kepada orang tua, tanpa bergantung padanya, dan (3) mengembangkan sikap respek terhadap orang dewasa lainnya tanpa bergantung padanya.
- Mempersiapkan ke arah kemandirian ekonomi yaitu penuh perhitungan dalam membelanjakan uang, berusaha untuk menabung, membantu pekerjaan orang tua, berusaha agar dapat menyelesaikan sekolah tepat waktu, memilih kegiatan ekstrakurikuler yang nantinya dapat menghasilkan nafkah. Hakikat Tugas. Tujuanya adalah agar remaja merasa mampu menciptakan suatu kehidupan ( mata pencaharian).
- Memilih dan mempersiapkan pekerjaan yaitu mampu memilih jurusan yang sesuai dengan cita-cita pekerjaannya, mampu memilih kegiatan ekstrakurikuler yang akan mendukung terhadap cita-cita pekerjaannya, memahami program studi yang ada di perguruan tinggi yang sesuai dengan cita-cita pekerjaannya, memahami jenis kursus yang akan mendukung cita-cita pekerjaannya, dan memahami syarat-syarat yang diperlukan untuk pekerjaan yang dicita-citakan. Hakikat Tugas. Tujuan (1). Memilih suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan. (2). Mempersiapkan diri, memiliki pengetahuan dan keterampilan.
- Memiliki sikap yang positif terhadap perkawinan dan hidup berkeluarga, yaitu menghargai hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga. Hakikat tugas. (1). Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga. (2). Memperoleh pengetahuan yang tepat tentang pengelolaaan keluarga dan pemeliharaan anak.
- Memiliki keterampilan intelektual dan memahami konsep-konsep yang diperlukan untuk menjadi warga negara yang baik yaitu mampu membuat pilihan secara sehat, mampu membuat keputusan secara efektif, dapat menyelesaikan konflik atau masalah lainnya, memahami konsep hukum, ekonomi, politik yang berlaku. Hakikat Tugas. (1). Mengembangkan konsep-konsep hukum, ekonomi, politik, geografi, hakekat manusia, dan lembaga-lembaga sosial. (2). Mengembangkan kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir.
- Memiliki sikap dan perilaku sosial yang bertanggung jawab, yaitu berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat, berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial di sekolah, menolong teman yang perlu bantuan, menyantuni fakir miskin, menengok teman yang sakit dan sebagainya. Hakikat Tugas. (1). Berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab sebagai masyarakat, (2). Memperhitungkan nilai-nilai sosial dalam tingkah laku dirinya.
- Memahami nilai-nilai dan etikahidup bermasyarakat yaitu sopan dalam bergaul, jujur dalam bertindak, dan menghargai perasaan orang lain. Hakikat Tugas. (1). Memebentuk seperangkat nilai yang mungkin dapat direalisasikan. (2). Mengembangkan kesadaran untuk merealisasikan nilai-nilai. (3). Mengembangkan kesadaran akan hubungannya dengan sesama manusia dan alam. (4). Memahami gambaran hidup dan nilai-nilai secara harmonis dan selaras.
Komentar
Posting Komentar