A.
HISTORY JEPANG
Zaman Jepang yang relatif singkat ternyata menghasilkan
karya-karya sastra yang perlu mendapat perhatian tersendiri, sastra Indonesia
di masa Jepang berlangsung kurang lebih 3,5 tahun; waktu yang amat
singkat bagi pertumbuhan suatu kebudayaan. Akan tetapi, dilihat dari peranan
sastra masa itu bagi perkembangan selanjutnya, maka sastra Indonesia di masa
Jepang perlu diberi tempat tersendiri dalam sejarah sastra Indonesia. Jassin
menganggap bahwa zaman Jepang adalah masa pemasakan jiwa revolusi, yang
kemudian meletus pada tanggal 17 Agustus 1945. Dilihat dari pertumbuhan
kebudayaan Indonesia, zaman Jepang adalah penempaan pengalaman hidup dengan
berbagai penderitaan sehingga memungkinkan timbulnya keragaman dan kedewasaan
sastra kemudian.
Banyak
pengarang Angkatan 45 yang mulai berakar pada sastra Indonesia di masa Jepang
antara lain Chairil Anwar, Idrus, Rosihan Anwar, Usmar Ismail, dan lain-lain.
Walaupun demikian, sastra Indonesia di masa Jepang tidak perlu dipandang
sebagai suatu angkatan tersendiri karena pada hakikatnya pada masa itu tidak
ada satu konsepsi atau ide yang jelas yang hendak diperjuangkan oleh para
pengarang, yang tentunya dapat dilihat atau yang tercermin dalam karya sastra
mereka. Memang ada perbedaan gaya bahasa, sikap, dan pandangan hidup,
dibandingkan dengan sastra sebelum perang, tetapi semua itu tidak bersumber
pada adanya kesamaan konsepsi para pengarang pada masa itu.
Dalam
pembicaraan ini yang dimaksud dengan kesusastraan di masa Jepang ialah kegiatan
dan cipta satra yang terwujud dalam masa Jepang, dan mempunyai sifat-sifat khas
masa tersebut. Sifat khas ini tampak pada tema karangan, suasana cerita,
istilah-istilah khas yang hanya terdapat dalam masa Jepang, demikian juga
motto, semboyang-semboyang, yang di luar masa Jepang ini menunjukkan adanya
tendens Jepang tidak pernah terdengar lagi. Oleh karena itu secara singkat
dapat dikatakan bahwa kesusastraan di masa Jepang ini menunjukkan adanya
tendens zaman.
Pada
umumnya orang berpedoman pada pengertian bahwa kesusastraan merupakan cermin
kehidupan masyarakat yang memilki kesusastraan tersebut. Hal yang tercermin
dalam karya sastra mencakup segi kehidupan yang amat luas, tetapi semua
berhubungan dengan pergolakan psikis masyarakat tersebut, misalnya norma-norma
kehidupan yang menimbulkan corak tata-kehidupan, perubahan pandangan hidup,
konsepsi-konsepsi ide, cita-cita perjuangan hidup masyarakat, pasang surut
gelora emosional, perkembangan keyakinan dan kepercayaan hidup, dan sebagainya.
Sebelum
Jepang datang di Indonesia, kemenangan-kemenangan perangnya yang
gilang-gemilang dalam perang pasifik menggugah harapan-harapan baru kita.
Gelora cita-cita kemerdekaan yang mengendap karena pemimpin-pemimpin pergerakan
banyak yang diberangus oleh pemerintah jajahan (karena pembrontakan PKI tahun
1927, banyak pemimpin dipenjara atau diasingkan) dengan mendadak meluap
kembali. Dalam hati bangsa Indonesia tumbuh harapan-harapan baru, yang
berdasarkan analisis situai makin jelas, bahwa kekuatan penjajah Belanda berada
di ambang keruntuhan.
Menghadapi akan datangnya Jepang yang sudah dapat dipastikan, para pemimpin
pergerakan kemerdekaan sudah mengadakan kata sepakat sebagai pedoman untuk
bertindak, yaitu menggunakan taktik ganda:
1.
Bekerja bersama dengan Jepang atas dasar
semboyang Jepang: Nipon-Indonesia sama-sama.
2.
Melaksanakan kegiatan pergerakan di bawah tanah.
Karakteristik sastra pada
masa jepang
1. Umumnya
sastra tersiar pada masa itu tidak terlepas dari unsur tendens, yaitu tendens
membantu perang Jepang, bahkan sering unsur tendens itu begitu jelas sehingga
berubah sifat menjadi propaganda.
2. Sastra
tersiar yang tidak mengandung tendens, umumnya menyatakan maksud isinya dalam
bentuk simbolik atau bersifat pelarian dari realitas kehidupan yang pahit.
3. Sastra
tersimpan umumnya berupa sastra kritik yang berisi kecaman dengan sindiran
terhadap ketidakadilan yang terdapat dalam masyarakat
4. Genre
sastra yang dominan pada masa
Jepang adalah bentuk puisi, cerpen, dan drama.
5. Dibandingkan
dengan corak sastra sebelumnya yang umumnya masih bersifat romantik-idealisme,
sastra masa Jepang lebih bersifat realistis (romantik-realistis).
Kedatangan bala tentara Jepang pada tahun
1942 disambut meriah oleh rakyat Indonesia. Rakyat mengira, datangnya Jepang
akan benar-benar mengakhiri masa penjajahan di Indonesia. Mulailah rakyat
berramai-ramai menkibarkan bendera kebangsaan (Merah-Putih) dan mengumandangkan
lagu kebangsaan Indonesia Raya. Rasa simpati bangsa Indonesia kepada Jepang
tumbuh secara spontan, tampa perasaan curiga sedikit pun. Demikian juga rasa
kagum, bangga, dan hormat, melihat perlengkapan perang Jepang yang amat modern,
serta kemampuan, keberanian, dan semangatnya dalam berperang.
Dalam menghadapi kenyataan
seperti tersebut di atas Jepang yang tahu benar harapan dan pergolakan jiwa
rakyat, berusaha memantapkan rasa simpati dan kekaguman bangsa Indonesia. Berkibarnya
Sang Merah Putih dan berkumandangnya Indonesia Raya dibiarkan saja. Kecuali
itu, dilancarkan semboyang-semboyang besar:
1.
Nipon-Indonesia sama-sama
2.
Nipon pemimpin Asia, Pelindung Asia, dan
Cahaya Asia (doktrin tiga A)
3.
Nipon saudara tua
4.
Kemenangan harus di pihak kita, untuk
kemakmuran bersama, dan masih banyak lagi.
Setelah
pasukan Jepang cukup kuat dan cukup banyak, mulialah Jepang mengatur kekuasaan
dan pemerintahan. Tindakan yang mula-mula diambil, dengan dalih untuk kesatuan
tindak dalam masa perang, maka:
1.
Merah Putih tidak boleh dikibarkan, dan
digunakan bendera tunggal yaitu Hinomaru
2.
Lagu Indonesia Raya tidak usah
dinyanyikan dulu, ckup satu saja, yaitu Kimigayo.
3.
Penerbitan (pers) dilarang, kecuali
pers pemerintah Jepang.
4.
Perkumpulan-perkumpulan yang bersifat
kebangsaan dilarang (dibekukan) kegiatannya, dan dibentuklah Pusat Tenaga
Rakyat (Putera) yang pimpinannya diserahkan pada empat serangkai: Ir. Soekarno,
Drs. Muhamad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mansur.
Rupanya,
Jepang segera menangkap tanda-tanda, bahwa gerakan Putera akan mengarah ke
jurusan yang tidak diinginkan oleh Jepang. Karena itu segera diganti dengan
Gerakan Kebangkitan Rakyat Jawa, yang disebut Jawa Hookokai. Badan
ini menjadi alat Jepang untuk dapat mengerahkan segala dana dan daya yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia untuk keperluan peperangannya.
Tindakan-tindakan
Jepang pada masa awal kekuasaannya ini menimbulkan tanda tanya dalam hati
bangsa Indonesia, yang kemudian mengembang menjadi perasaan sangsi terhadap
kejujuran janji-janji Jepang, dan orang mulia curiga dengan tindakan Jepang.
Mulailah timbul kegiatan menyusun kekuatan melalui gerakan di bawah tanah.
Dalam
kekuasaan yang lebih mantap, pemerintahan Jepang di Indonesia merupakan
penjajah baru, yang jauh lebih kejam dan jauh lebih tidak berperikemanusiaan
dibandingkan dengan penjajah Belanda. Karena zaman penjajahan Jepang
menimbulkan kesengsaraan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah kehidupan
bangsa Indonesia. Dalam kehidupan yang serba tertekan ini, mengembanglah
perasaan kecewa, benci, dendam, marah, gelora untuk membrontak, tetapi tidak
memiliki tenaga yang mampu untuk mewujudkannya.
Hikmah
yang diperoleh oleh bangsa Indonesia dalam penderitaannya yang luar biasa di
masa Jepang ternyata besar sekali. Jiwa bangsa Indonesia tertempa dan membaja.
Keberania mecapai titik puncaknya, yaitu berani mati jika dianggap perlu untuk
melepaskan diri dari penderitaannya. Hasrat untuk merdeka makin jelas dan
menggelora. Segala kemampuan dan keterampilan dicoba dikembangkan untuk merebut
kemerdekaan dan melepaskan diri dari kesengsaraan. Akhirnya bangsa Indonesia
sanggup berhadapan dengan Jepang, dengan peralatan yang sama sekali tidak
imbang, juga sanggup menghadapi datangnya tentara sekutu yang mengembalikan
kekuasaan penjajahandi Indonesia.
B. Kegiatan
Bahasa dan Kesusastraan di Masa Jepang
Majalah
pujangga baru yang merupakan alat penting untuk membina bahasa kesusastraan
Indonesia, pada tahun 1942 dilarang terbit oleh Jepang. Rupanya Jepang ingin
mendayagunakan tenaga dan pikiran para seniman Indonesia, dan telah
mempersiapkan apa yang perlu dilakukan. Pada tahun 1942 didirikan suatu badan
pemerintah bernama Keimin Bunka atau Badan Pusat Kebudayaan. Badan ini dipimpin
oleh orang Jepang (Sakai) dan Sanusi Pane. Tugas badan ini ialah menghimpun
tenaga-tenaga seniman, untuk menciptakan karya seni (cerita, sandiwara,
lukisan, lagu dan sebagainya) yang dapat menggelorakan semangat rakyat untuk
membantu peperangan Jepang. Dari badan inilah tersiar karya-karya sastra
bercorak propaganda membantu Jepang.
Mula-mula
para sastrawan dengan semangat yang menggelora memenuhi karya-karya pesanan
pemerintah ini, tetapi tiada berapa lama kemudian banyak seniman (kebanyakan
seniman muda) yang merasa diri menadi budak, dan melepaskan diri dari
lingkungan kegiatan ini. Terjadilah beberapa kelompok seniman dan sastrawan.
Mereka
yang merasa sadar bersedia bekerja untuk pemerintah Jepang.
Mereka
yang menampilkan diri bekerja pada pemerintah, tetapi secara pandai menyuarakan
hati nurainya sendiri.
Mereka
yang bersikap tidak mau bekerja pada pemerintah dan diam-diam bergerak secara
hati-hati untuk menyelamatkan diri dari tindakan Jepang.
Sandiwara
merupakan bidang kesenian yang cukup berdaya guna sebagai alat propaganda. Oleh
karena itu di masa Jepang cerita sandiwara (drama) berkembang dengan subur.
Badan Pusat Kebudayaan juga membentuk Persatuan sandiwara dengan nama
Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa (POSD), yang akan menetaskan drama-drama
bersifat propaganda.
C.
Kegiatan Kesenian
Di
luar badan pusat kebudayaan terdapat kegiatan kegiatan kesenian dan
kesusastraan, terutama dilakukan oleh seniman dan sastrawan muda untuk
mengimbangi propaganda jepang. Beberapa kegiatan tersebut adalah:
1)
Perkumpulan sandiwara maya
Perkumpulan
ini didirikan oleh Umar Ismail, El hakim (dr. Abu Hanifah), Rosihan Anwar.
Mereka adalah sastrawan sastrawan muda yang dngan cepat memahami apa yang
menjadi tujuan jepang. Perkumpulan ini digunakan sebagai media untuk
mengembangkan rasa cinta kita terhadap bangsa melalui pertunjukan drama, dengan
batas batas yang dilakukan.
Contoh
drama drama yang disebar luaskan melalui perkumpulan ini, antara lain:
Citra,
api, liburan seniman, mutiara dari nusa laut, mekar melati, dewi peni dan lai
lain.
2)
Angkatan baru
Ini
adalah sebuah himpunan satrawan muda yang bernama Angkatan baru, kegiatanya
menyelenggarakan diskusi tentang kesenian dan kesusastraan sebulan sekali.
Sebagian besar sastrawan yang bergabung dalam himpunan ini adalah sastrawan
yang tidak mau bekerja pada pemerintah jepang.
Dalam
perkumpulan tersebut munculah sastrawan muda yaitu Chairil Anwar yang secara
tegas mengemukakan pendapatnya yang baru tentang kasusastraan, khususnya
dalam puisi.dari kelompok ini karya karya sastra yang dalam masa jepang tidak dapat
tersiar, Karenna tidak sesuai dengan harapan pemerintahan, meskipun begitu,
karya sastra ini tetap beredar dari tangan ke tangan.
D.
Ciri Karya Sastra dalam Masa Jepang
1.
Ciri-ciri Berdasarkan Tema
Berdasarkan
tema karangan dapat kita sebutkan adanya corak sebagai berikut.
·
Karangan karangan bercorak propaganda
golongan
ini terdiri atas karangan yang disiarkan oleh Keimin Bunka Shidosho, yaitu
karangan yang dipesan oleh emerintah berupa cerita, sajak, drama, dan
sebagainya. Yang dimaksudkan untuk membangkitkan semangat rakyat.
Contoh:
- kami perempuan (karangan
armijn pane)
-cinta tanah air (karangan
nur rahman iskandar)
-palawija (karangan halim
atau R.O. Hanka,)
·
Hasrat untuk merdeka yang tertekan
Pada
masa jepang juga terpancar karangan karangan yang bertema nasionalisme, yang
teasa samar samar.
Contoh:
-gita Negara (karangan
samsul munir azhar)
-kisah di waktu pagi
(karangan rosihan anwar)
-lukisan (karangan rosihan
anwar.
·
Perasaan kecewa
Perasaan
kecewa dan benci melihat tindakan tindakan yang berlawanan dengan janji janji
jepang tampa dalam karangan karangan yang bertema protes atau kecewa.
Contoh:
-pahit (karangan amal
hamzah)
-birambang (karangan amal
hamzah)
-melaut benciku ( karangan
amal hamzah)
·
Sikap mengejek
Sikap
mengejek kepada kenyataan hidup yang menekan, serba bertentangan, antara
semboyan dan kenyataan , tercermin dalam karangan karangan golongan sinisme.
Contoh:
-kota
harmoni (karangan idrus)
-sanyo
( lukisan, karangan idrus)
-heiho
(cerpen, karangan idrus)
·
Sikap acuh tak acuh
Sikap
acuh tak acuh dan berpalingdari kenyataan hidup yang tidak menggembirakan.
Contoh:
-Radio
masyarakat (karangan osihan anwar)
-liburan
seniman (karangan umar ismail)
-kejahatan
membalas dendam (dram,a karangan idrus)
·
Simbolis
Suatu
jenis perasaan kecewa dan tidak senang yang bersembunyi , menghasilkan karangan
karangan yang bersifat simbolis, yang menyindir kehidupan manusia dalam
bentuk lambang.
Contoh:
-tinjaulah
dari sana (karangan mari amin)
-dengar
keluhan pohon mangga (karangan maria amin)
-bunglon
(sonata, karangan samsul munir azhar
2.
Ciri Karya Sastra Berdasarkan Bentuk
· karangan
berbentuk prosa
kecuali bentuk karangan prosa seperti yang berkembang dalam masa pujangga
baru,dalam masa pendudukan jepang muncul para penulisan bentuk prosa dengan
gaya baru dari tangan sastrawan idrus. Bentuk prosa idrus ini sederhana,
ekonomis dalam penggunaan kata, tiap patah kata yang digunakan dalam karangan
mengandung makna yang dalam.pokok masalah yang diangkat biasanya diambil dari
peristiwa sehari hari
· bentuk
karangan puisi
Dalam
masa pendudukan jepang mulai berkembang jenis sajak bebas, yang dirintis oleh
chairil anwar dan diikuti oleh penyair penyair muda, dan terus berkembang
dalam masa masa berikutnya.dasar terciptanya sajak bebas ini adalah sajak
diciptakan dengan pola isi menentukan bentuk , bukan isi mengikuti pola bentuk
yang sudah ditetapkan lebih dulu.
Sonata
merupakan jenis puisi yang sangat digemari dalam masa pujangga baru, hanya
dijumpai beberapa sajadalam masa jepang antara lain: laksamana ombak, Karenna
kasih, mungkin?, bunglon, menanti fajar.
· bentuk
karangan prosa lirik
bentuk
karangan ini berkembang juga dalam masa pendudukan jepang. Cukup banyak
karangan berbentuk prosa lirik yang kita jumpai dalam masa ini, antara lain:
- Tinjaulah
dunia sana, dengar keluhan pohon mangga tuan turutlah merasakan, terawang
setingkai kembang melati, asokamala dewi, permintaan terakhir.
· Bentuk
karangan drama
Dalam masa jepang pertumbuan an penulisan drama sangat subur. Kegiatan perkumpulan
sandiwara yang ada pada masa itu mendorong perkembangan penciptaan drama. Pada
umumnya di linkungan oesaha sandiwara djawa tercipta drama dama propaganda.
Akan tetapi dari lingkungan perkumpulan sandiwara maya, tokoh tokoh drama usmar
ismail dan elhakim dengan giat mengadakan eksperimen penciptaan drama modern,
sehinggah terciptanya karangan drama yang bernilai seni kuat.
Para sastrawan yang giat mnciptakan drama dalam masa jepang, anara lain: umar
ismail, dr, abu hanifah, amal hamzah, armijn pane, idrus, kotot sukardi,
rosihan anwar, l.k. bohang.
3.
Beberapa Sastrawan dan Karyanya
Buku
sumber tentang sastra di masa Jepang tidak banyak. Satu antologi yang berharga,
terutama dari segi dokumentasi sastra ialah Kesusastraan Indonesia di
Masa Jepang, yang disusun oleh H.B. Jassin. Kita dapat memperoleh
bahan tentang pengarang-pengarang masa Jepang dan hasil karangannya terutama
dari antologi tersebut. Di samping itu, H.B. Jassin juga menyusun suatu
antologi lain yang berjudulGema Tanah Air, Prosa dan Puisi 1942-1948,yang
di dalamnya termuat juga beberapa hasil karangan yang di tulis di masa
Jepang.
Antologi
lain, yaitu kumpulan cerpen dan lukisan yang diterbitkan oleh Balai
Pustaka pada tahun 1946 yang berjudulPancaran Cinta. Antologi
tersebut terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
a)
Mengembara di Angan-Angan, meliputi
cerpen Ujian yang Berat (Asmara Bangun);Cinta Abadi (Asmara
Bangun); Asokamala Dewi (Usmar Ismail SMA).
b)
Hidup Membayang, meliputi
cerita Di Tepi Kawah (Bakri Siregar); Menyinggung Perasaan (Matu
Mona); Permintaan Terakhir(Usmar Ismail SMA).
c)
Antara Langit dan Bumi, meliputi
ceritaRadio Masyarakat (Rosihan Anwar); Arus Mengalir (Karim
Halim); Darah Laut (H.B. Jassin).
d)
Berjejak di Atas Bumu, meliputi
cerita Istri Tabib (Taharuddin Hamzah); Teropong(Amal
Hamzah); Kalau Talak ‘lah Jatuh(Muhammad Dimyati); Kebaikan
Hidup Bertetangga (Ramalia Dahlan).
Beberapa
pengarang di masa Jepang, yaitu:
I.
Rosihan Anwar
Seprti
yang telah disebutkan, Rosihan Anwar termasuk seorang pengarang yang tidak terpengaruh
oleh propaganda Jepang sejak permulaan. Cerpennya yang terkenal yang
berjudul Radio Masyarakatmengisahkan kehidupan seorang pemuda yang
terombang-ambing jiwanya karena merasa tidak dapat menyesuaikan diri dengan
semangat baru para pemuda pada waktu itu. Walaupun ia memperoleh
suntikan-suntikan semanagat dari seorang dokter, ia dalam kebimbangan.
Akhirnya, ia pergi ke Palembang untuk mendapatkan ketentraman hati.
Puisi-puisi
Rosihan Anwar yang ditulis di masa Jepang antara lain Seruan lepas, Lahir
dengan Batin, Untuk Saudara, Bertanya, Damba, Kisah di Waktu Pagi,
Lukisan, danManusia Baru.
Rosihan
Anwar juga menulis esai tentang pengarang di masa Jepang, antara lain
berjudul Usmar Ismail yang Saya Kenal dan Cita-Cita Film
Nasionalnya. Sifat religius dan nafas kebangsaan terpancar jelas dalam
karangannya:
II.
Usmar Ismail
Usmar
Ismail adalah seorang pengarang drama yang terkenal di masa Jepang. Ia bekerja
pada Pusat Kebudayaan dan menjadi orang penting di badan itu. Akan tetapi,
karena ia tidak puas dengan cara kerja Pusat Kebudayaan maka bersama-sama
dengan rosihan Anwar, El Hakim, di bantu oleh para seniman lain, ia mendirikan
perkumpulan drama penggemar (amatir) yang bernama Maya.
Perkumpulan
Maya didirikan menjelang pertengahan tahun 1944 dengan cara antara lain:
menyelenggarakan drama radio, drama pentas, membacakan cerpen radio, dan
sebagainya.
Beberapa
drama yang telah dipentaskan ialah:
·
Tiga drama El Hakim: Taufan di Atas
Asia, Dewi Reni, Intelek Istimewa(kemudian dibukukan bersama dramanya yang
berjudul Insan kamil,dengan judul Taufan di Atas Asia);
·
Jeritan Hidup Baru saduran
Karim Halim dari De K;eine Eyolf karangan Ibsen.
·
Drama Usmar Ismail yang berjudulLiburan
Seniman. Adapun drama radio yang pernah disiarkan antara lainPamanku,
Tempat yang Kosong, danMutiara dari Nusa Laut, semuanya
karangan Usmar Ismail.
Di
samping itu, Usmar Ismail menulis pula drama yang berjudul Api,
Citra, danMekar Melati. Citra dan Mutiara
dari Nusa Laut pernah dipentaskan oleh perkumpulan drama
profesional Bintang Surabaya. Ketiga dramanya yang berjudul Citra,
Api, danLiburan Seniman diterbitkan dalam satu
kumpulan Seri Sandiwara dengan judulLakon-Lakon Sedih dan
Gembira, yang diberi pengantar oleh H.B. Jassin.
Dengan
usaha-usaha tersebut, sebenarnya Maya telah merintis beberapa hal, antara lain:
·
Menyatakan para seniman dan berbagai cabang
seni untuk mendapatkan keselarasan dalam pementasan;
·
Mengadakan usaha pembaharuan di bidang
penceritaan, dekorasi, tata pentas, dan lain-lain;
·
Mencoba mementaskan drama asing, misalnya
drama saduran dari Henrik Ibsen.
Cita-cita
Usmar Ismail tentang perbaikan drama tampak jelas pada lakonnya yang
berjudul Liburan Seniman. Pelaku-pelaku utama dalam lakon itu
adalah Surono, seorang juru tulis yang berkecakapan mengarang, R. Garmoyono,
dan Kertalasmana, kawan Surono “artis” cap lama. Walaupun dalam permulaan lakon
itu disebutkan bahwa “segala pelaku dan segala kejadian tidak berhubungan
dengan orang-orang serta peristiwa yang pernah ada atau sedang ada”,
jelas sekali bahwa dengan lakon itu Usmar Ismail hendak membuat semacam
“perhitungan habis” dengan tokoh-tokoh tua di bidang drama dan kepengarangan
(Usmar Ismail, 1974: 199).
Surono
adalah personifikasi dirinya sendiri, Garmoyono mengingatkan kita pada Armijn
Pane dalam hal kelicikannya, sedangkan Kertalasmana adalah perwujudan Anjas
Asmara, tokoh tua dalam drama.
Di
samping terkenal dalam bidang drama, Usmar Ismail juga menulis cerpen dan
puisi. Beberapa cerpennya antara lain berjudul Asokamala Dewi,
Permintaan Terakhir, sedangkan puisi-puisinya sudah diterbitkan dalam
satu kumpulan berjudulPuntung Berasap.
Beberapa
tahun sesudah kemerdekaan Usmar Ismail banyak di bergerak di bidang perfilman.
Tahun 1949 ia berhasil memimpin sendiri film Citra-nya pada
perusahaan South Pasific. Tahun 1950 bersama-sama dengan Rosihan Anwar ia
mendirikan Perusahan Film Nasional Indonesia atau Perfini. Beberapa film yang
telah diproduksi antara lain: Darah dan Do’aatau Long March
Siliwangi, Enam Jam di Yogya, Dosa Tak Berampun (berdasarkan drama
Jepang: Chichi, Kaeru yang disadur Usmarmenjadi Ayahku
Pulang), dan lain-lain.
Dalam
bidang organisasi Usmar Ismail pernah menjadi Ketua Umum Lesbumi (Lembaga Seni
budaya Muslim Indodonesia), satu lembaga kebudayaan di bawah naungan Partai NU
pada waktu itu. Lembaga tersebut pernah menerbitkan majalah kebudayaan
bernama Gelanggang.
Dalam
setiap karangan Usmar Ismail, terasa dorongan jiwa romantik yang kemudian
terjelma dalam satu keselarasan unsur-unsur keindahan, cita-cita kebangsaan,
dan jiwa ketuhanan
III.
Amal Hamzah
Rosihan
Anwar dalam satu tulisannya menerangkan bahwa Amal Hamzah pun termasuk
pengarang yang pernah bekerja pada Pusat Kebudayaan. Ia seorang pengarang yang
mulai menulis pada zaman Jepang, dan termasuk pengarang yang pada mulanya
percaya akan janji-janji Jepang, walaupun kemudian ia banyak mengalami
kekecewaan.
Dalam
karangannya yang awal jelas tampak jiwa romantik seperti halnya abangnya, Amir
Hamzah. Hal itu dapat kita rasakan pada karangan-karangannya permulaan, baik
yang berupa prosa maupun yang berupa puisi. Beberapa karangannya telah
dibukukan dalam satu kumpulan yang berjudul Pembebasan Pertama (1949).
Akan
tetapi, dalam karangannya yang kemudian, Amal Hamzah telah berubah menjadi
seorang realis yang tajam, bahkan cenderung untuk dikatakan seorang
materialistis yang kasar. Mungkin keadaan yang pahit yang penuh dengan tekanan
dan penderitaan di masa Jepang membuat Amal Hamzah dari seorang yang romantik
idealistis berubah menjadi seorang realis yang materialistis, sikapnya yang
kasar itu tampak pada cerpen-cerpennya yang berjudul Bingkai Retak, Teropong,
dan juga pada beberapa puisinya.
Tuan Amin merupakan drama singkat
satu babak yang bercorak sinis yang konon ditujukan kepada pengarang-pengarang
yang bekerja pada Pusat Kebudayaan, yang dianggapnya sebagai rumah gila. Akan
tetapi, Amal Hamzah sendiri bekerja pada badan itu, tampaknya sindiran itu
terutama ditujukan kepada pengarang-pengarang yang bersedia mengorbankan nilai
seni dan martabat kemanusiaan u
Tidak ada komentar:
Posting Komentar