Sabtu, 07 Maret 2020

SEJARAH SASTRA INDONESIA PADA MASA JEPANG


A.  HISTORY JEPANG
Zaman Jepang yang relatif singkat ternyata menghasilkan karya-karya sastra yang perlu mendapat perhatian tersendiri, sastra Indonesia di masa Jepang berlangsung kurang lebih 3,5 tahun; waktu yang amat singkat bagi pertumbuhan suatu kebudayaan. Akan tetapi, dilihat dari peranan sastra masa itu bagi perkembangan selanjutnya, maka sastra Indonesia di masa Jepang perlu diberi tempat tersendiri dalam sejarah sastra Indonesia. Jassin menganggap bahwa zaman Jepang adalah masa pemasakan jiwa revolusi, yang kemudian meletus pada tanggal 17 Agustus 1945. Dilihat dari pertumbuhan kebudayaan Indonesia, zaman Jepang adalah penempaan pengalaman hidup dengan berbagai penderitaan sehingga memungkinkan timbulnya keragaman dan kedewasaan sastra kemudian.
Banyak pengarang Angkatan 45 yang mulai berakar pada sastra Indonesia di masa Jepang antara lain Chairil Anwar, Idrus, Rosihan Anwar, Usmar Ismail, dan lain-lain. Walaupun demikian, sastra Indonesia di masa Jepang tidak perlu dipandang sebagai suatu angkatan tersendiri karena pada hakikatnya pada masa itu tidak ada satu konsepsi atau ide yang jelas yang hendak diperjuangkan oleh para pengarang, yang tentunya dapat dilihat atau yang tercermin dalam karya sastra mereka. Memang ada perbedaan gaya bahasa, sikap, dan pandangan hidup, dibandingkan dengan sastra sebelum perang, tetapi semua itu tidak bersumber pada adanya kesamaan konsepsi para pengarang pada masa itu.
Dalam pembicaraan ini yang dimaksud dengan kesusastraan di masa Jepang ialah kegiatan dan cipta satra yang terwujud dalam masa Jepang, dan mempunyai sifat-sifat khas masa tersebut. Sifat khas ini tampak pada tema karangan, suasana cerita, istilah-istilah khas yang hanya terdapat dalam masa Jepang, demikian juga motto, semboyang-semboyang, yang di luar masa Jepang ini menunjukkan adanya tendens Jepang tidak pernah terdengar lagi. Oleh karena itu secara singkat dapat dikatakan bahwa kesusastraan di masa Jepang ini menunjukkan adanya tendens zaman.
Pada umumnya orang berpedoman pada pengertian bahwa kesusastraan merupakan cermin kehidupan masyarakat yang memilki kesusastraan tersebut. Hal yang tercermin dalam karya sastra mencakup segi kehidupan yang amat luas, tetapi semua berhubungan dengan pergolakan psikis masyarakat tersebut, misalnya norma-norma kehidupan yang menimbulkan corak tata-kehidupan, perubahan pandangan hidup, konsepsi-konsepsi ide, cita-cita perjuangan hidup masyarakat, pasang surut gelora emosional, perkembangan keyakinan dan kepercayaan hidup, dan sebagainya.
 Sebelum Jepang datang di Indonesia, kemenangan-kemenangan perangnya yang gilang-gemilang dalam perang pasifik menggugah harapan-harapan baru kita. Gelora cita-cita kemerdekaan yang mengendap karena pemimpin-pemimpin pergerakan banyak yang diberangus oleh pemerintah jajahan (karena pembrontakan PKI tahun 1927, banyak pemimpin dipenjara atau diasingkan) dengan mendadak meluap kembali. Dalam hati bangsa Indonesia tumbuh harapan-harapan baru, yang berdasarkan analisis situai makin jelas, bahwa kekuatan penjajah Belanda berada di ambang keruntuhan.
            Menghadapi akan datangnya Jepang yang sudah dapat dipastikan, para pemimpin pergerakan kemerdekaan sudah mengadakan kata sepakat sebagai pedoman untuk bertindak, yaitu menggunakan taktik ganda:
1.      Bekerja bersama dengan Jepang atas dasar semboyang Jepang: Nipon-Indonesia sama-sama.
2.      Melaksanakan kegiatan pergerakan di bawah tanah.
Karakteristik sastra pada masa jepang
1.    Umumnya sastra tersiar pada masa itu tidak terlepas dari unsur tendens, yaitu tendens membantu perang Jepang, bahkan sering unsur tendens itu begitu jelas sehingga berubah sifat menjadi propaganda.
2.    Sastra tersiar yang tidak mengandung tendens, umumnya menyatakan maksud isinya dalam bentuk simbolik atau bersifat pelarian dari realitas kehidupan yang pahit.
3.    Sastra tersimpan umumnya berupa sastra kritik yang berisi kecaman dengan sindiran terhadap ketidakadilan yang terdapat dalam masyarakat
4.    Genre sastra yang dominan pada masa Jepang adalah bentuk puisi, cerpen, dan drama.
5.    Dibandingkan dengan corak sastra sebelumnya yang umumnya masih bersifat romantik-idealisme, sastra masa Jepang lebih bersifat realistis (romantik-realistis).
Kedatangan bala tentara Jepang pada tahun 1942 disambut meriah oleh rakyat Indonesia. Rakyat mengira, datangnya Jepang akan benar-benar mengakhiri masa penjajahan di Indonesia. Mulailah rakyat berramai-ramai menkibarkan bendera kebangsaan (Merah-Putih) dan mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Rasa simpati bangsa Indonesia kepada Jepang tumbuh secara spontan, tampa perasaan curiga sedikit pun. Demikian juga rasa kagum, bangga, dan hormat, melihat perlengkapan perang Jepang yang amat modern, serta kemampuan, keberanian, dan semangatnya dalam berperang.
Dalam menghadapi kenyataan seperti tersebut di atas Jepang yang tahu benar harapan dan pergolakan jiwa rakyat, berusaha memantapkan rasa simpati dan kekaguman bangsa Indonesia. Berkibarnya Sang Merah Putih dan berkumandangnya Indonesia Raya dibiarkan saja. Kecuali itu, dilancarkan semboyang-semboyang besar:
1.      Nipon-Indonesia sama-sama
2.      Nipon pemimpin Asia, Pelindung Asia, dan Cahaya Asia (doktrin tiga A)
3.      Nipon saudara tua
4.      Kemenangan harus di pihak kita, untuk kemakmuran bersama, dan masih banyak lagi.
Setelah pasukan Jepang cukup kuat dan cukup banyak, mulialah Jepang mengatur kekuasaan dan pemerintahan. Tindakan yang mula-mula diambil, dengan dalih untuk kesatuan tindak dalam masa perang, maka:
1.      Merah Putih tidak boleh dikibarkan, dan digunakan bendera tunggal yaitu Hinomaru
2.       Lagu Indonesia Raya tidak usah dinyanyikan dulu, ckup satu saja, yaitu Kimigayo.
3.       Penerbitan (pers) dilarang, kecuali pers pemerintah Jepang.
4.      Perkumpulan-perkumpulan yang bersifat kebangsaan dilarang (dibekukan) kegiatannya, dan dibentuklah Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang pimpinannya diserahkan pada empat serangkai: Ir. Soekarno, Drs. Muhamad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mansur.
Rupanya, Jepang segera menangkap tanda-tanda, bahwa gerakan Putera akan mengarah ke jurusan yang tidak diinginkan oleh Jepang. Karena itu segera diganti dengan Gerakan Kebangkitan Rakyat Jawa, yang disebut Jawa Hookokai. Badan ini menjadi alat Jepang untuk dapat mengerahkan segala dana dan daya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia untuk keperluan peperangannya.
Tindakan-tindakan Jepang pada masa awal kekuasaannya ini menimbulkan tanda tanya dalam hati bangsa Indonesia, yang kemudian mengembang menjadi perasaan sangsi terhadap kejujuran janji-janji Jepang, dan orang mulia curiga dengan tindakan Jepang. Mulailah timbul kegiatan menyusun kekuatan melalui gerakan di bawah tanah.
Dalam kekuasaan yang lebih mantap, pemerintahan Jepang di Indonesia merupakan penjajah baru, yang jauh lebih kejam dan jauh lebih tidak berperikemanusiaan dibandingkan dengan penjajah Belanda. Karena zaman penjajahan Jepang menimbulkan kesengsaraan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia. Dalam kehidupan yang serba tertekan ini, mengembanglah perasaan kecewa, benci, dendam, marah, gelora untuk membrontak, tetapi tidak memiliki tenaga yang mampu untuk mewujudkannya.
Hikmah yang diperoleh oleh bangsa Indonesia dalam penderitaannya yang luar biasa di masa Jepang ternyata besar sekali. Jiwa bangsa Indonesia tertempa dan membaja. Keberania mecapai titik puncaknya, yaitu berani mati jika dianggap perlu untuk melepaskan diri dari penderitaannya. Hasrat untuk merdeka makin jelas dan menggelora. Segala kemampuan dan keterampilan dicoba dikembangkan untuk merebut kemerdekaan dan melepaskan diri dari kesengsaraan. Akhirnya bangsa Indonesia sanggup berhadapan dengan Jepang, dengan peralatan yang sama sekali tidak imbang, juga sanggup menghadapi datangnya tentara sekutu yang mengembalikan kekuasaan penjajahandi Indonesia.
B.     Kegiatan Bahasa dan Kesusastraan di Masa Jepang
Majalah pujangga baru yang merupakan alat penting untuk membina bahasa kesusastraan Indonesia, pada tahun 1942 dilarang terbit oleh Jepang. Rupanya Jepang ingin mendayagunakan tenaga dan pikiran para seniman Indonesia, dan telah mempersiapkan apa yang perlu dilakukan. Pada tahun 1942 didirikan suatu badan pemerintah bernama Keimin Bunka atau Badan Pusat Kebudayaan. Badan ini dipimpin oleh orang Jepang (Sakai) dan Sanusi Pane. Tugas badan ini ialah menghimpun tenaga-tenaga seniman, untuk menciptakan karya seni (cerita, sandiwara, lukisan, lagu dan sebagainya) yang dapat menggelorakan semangat rakyat untuk membantu peperangan Jepang. Dari badan inilah tersiar karya-karya sastra bercorak propaganda membantu Jepang.
Mula-mula para sastrawan dengan semangat yang menggelora memenuhi karya-karya pesanan pemerintah ini, tetapi tiada berapa lama kemudian banyak seniman (kebanyakan seniman muda) yang merasa diri menadi budak, dan melepaskan diri dari lingkungan kegiatan ini. Terjadilah beberapa kelompok seniman dan sastrawan.
      Mereka yang merasa sadar bersedia bekerja untuk pemerintah Jepang.
      Mereka yang menampilkan diri bekerja pada pemerintah, tetapi secara pandai menyuarakan hati nurainya sendiri.
      Mereka yang bersikap tidak mau bekerja pada pemerintah dan diam-diam bergerak secara hati-hati untuk menyelamatkan diri dari tindakan Jepang.
Sandiwara merupakan bidang kesenian yang cukup berdaya guna sebagai alat propaganda. Oleh karena itu di masa Jepang cerita sandiwara (drama) berkembang dengan subur. Badan Pusat Kebudayaan juga membentuk Persatuan sandiwara dengan nama Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa (POSD), yang akan menetaskan drama-drama bersifat propaganda.

C.     Kegiatan Kesenian
Di luar badan pusat kebudayaan terdapat kegiatan kegiatan kesenian dan kesusastraan, terutama dilakukan oleh seniman dan sastrawan muda untuk mengimbangi propaganda jepang. Beberapa kegiatan tersebut adalah:
1)      Perkumpulan sandiwara maya
Perkumpulan ini didirikan oleh Umar Ismail, El hakim (dr. Abu Hanifah), Rosihan Anwar. Mereka adalah sastrawan sastrawan muda yang dngan cepat  memahami apa yang menjadi tujuan jepang. Perkumpulan ini digunakan sebagai media untuk mengembangkan rasa cinta kita terhadap bangsa melalui pertunjukan drama, dengan batas batas yang dilakukan.
Contoh drama drama yang disebar luaskan melalui perkumpulan ini, antara lain:
Citra, api, liburan seniman, mutiara dari nusa laut, mekar melati, dewi peni dan lai lain.
2)      Angkatan baru
Ini adalah sebuah himpunan satrawan muda yang bernama Angkatan baru, kegiatanya menyelenggarakan diskusi tentang kesenian dan kesusastraan sebulan sekali. Sebagian besar sastrawan yang bergabung dalam himpunan ini adalah sastrawan yang tidak mau bekerja pada pemerintah jepang.
Dalam perkumpulan tersebut munculah sastrawan muda yaitu Chairil Anwar yang secara tegas  mengemukakan pendapatnya yang baru tentang kasusastraan, khususnya dalam puisi.dari kelompok ini karya karya sastra yang dalam masa jepang tidak dapat tersiar, Karenna tidak sesuai dengan harapan pemerintahan, meskipun begitu, karya sastra ini tetap beredar dari tangan ke tangan.
D.    Ciri Karya Sastra dalam Masa Jepang
1.      Ciri-ciri Berdasarkan Tema
Berdasarkan tema karangan dapat kita sebutkan adanya corak sebagai berikut.
·         Karangan karangan bercorak propaganda
golongan ini terdiri atas karangan yang disiarkan oleh Keimin Bunka Shidosho, yaitu karangan yang dipesan oleh emerintah berupa cerita, sajak, drama, dan sebagainya. Yang dimaksudkan untuk membangkitkan semangat rakyat.
Contoh:
- kami perempuan (karangan armijn pane)
-cinta tanah air (karangan nur rahman iskandar)
-palawija (karangan halim atau R.O. Hanka,)
·         Hasrat untuk merdeka yang tertekan
Pada masa jepang juga terpancar karangan karangan yang bertema nasionalisme, yang teasa samar samar.
Contoh:
-gita Negara (karangan samsul munir azhar)
-kisah di waktu pagi (karangan rosihan anwar)
-lukisan (karangan rosihan anwar.
·         Perasaan kecewa
Perasaan kecewa dan benci melihat tindakan tindakan yang berlawanan dengan janji janji jepang tampa dalam karangan karangan yang bertema protes atau kecewa.
Contoh:
-pahit (karangan amal hamzah)
-birambang (karangan amal hamzah)
-melaut benciku ( karangan amal hamzah)
·         Sikap mengejek
Sikap mengejek kepada kenyataan hidup yang menekan, serba bertentangan, antara semboyan dan kenyataan , tercermin dalam karangan karangan golongan sinisme.
Contoh:
-kota harmoni (karangan idrus)
-sanyo ( lukisan, karangan idrus)
-heiho (cerpen, karangan idrus)
·         Sikap acuh tak acuh
Sikap acuh tak acuh dan berpalingdari kenyataan hidup yang tidak menggembirakan.
Contoh:
-Radio masyarakat (karangan osihan anwar)
-liburan seniman (karangan umar ismail)
-kejahatan membalas dendam (dram,a karangan idrus)
·         Simbolis
Suatu jenis perasaan kecewa dan tidak senang yang bersembunyi , menghasilkan karangan karangan yang  bersifat simbolis, yang menyindir kehidupan manusia dalam bentuk  lambang.
Contoh:
-tinjaulah dari sana (karangan mari amin)
-dengar keluhan pohon mangga (karangan maria amin)
-bunglon (sonata, karangan samsul munir azhar
2.      Ciri Karya Sastra Berdasarkan Bentuk
· karangan berbentuk prosa
    kecuali bentuk karangan prosa seperti yang berkembang dalam masa pujangga baru,dalam masa pendudukan jepang muncul para penulisan bentuk prosa dengan gaya baru dari tangan sastrawan idrus. Bentuk prosa idrus ini sederhana, ekonomis dalam penggunaan kata, tiap patah kata yang digunakan dalam karangan mengandung makna yang dalam.pokok masalah yang diangkat biasanya diambil dari peristiwa sehari hari
· bentuk karangan puisi
Dalam masa pendudukan jepang mulai berkembang jenis sajak bebas, yang dirintis oleh chairil anwar  dan diikuti oleh penyair penyair muda, dan terus berkembang dalam masa masa berikutnya.dasar terciptanya sajak bebas ini adalah sajak diciptakan dengan pola isi menentukan bentuk , bukan isi mengikuti pola bentuk yang sudah ditetapkan lebih dulu.
Sonata merupakan jenis puisi yang sangat digemari dalam masa pujangga baru, hanya dijumpai beberapa sajadalam masa jepang antara lain: laksamana ombak, Karenna kasih, mungkin?, bunglon, menanti fajar.
· bentuk karangan prosa lirik
bentuk karangan ini berkembang juga dalam masa pendudukan jepang. Cukup banyak karangan berbentuk prosa lirik yang kita jumpai dalam masa ini, antara lain:
-          Tinjaulah dunia sana, dengar keluhan pohon mangga tuan turutlah merasakan, terawang setingkai kembang melati, asokamala dewi, permintaan terakhir.
· Bentuk karangan drama
            Dalam masa jepang pertumbuan an penulisan drama sangat subur. Kegiatan perkumpulan sandiwara yang ada pada masa itu mendorong perkembangan penciptaan drama. Pada umumnya di linkungan oesaha sandiwara djawa tercipta drama dama propaganda. Akan tetapi dari lingkungan perkumpulan sandiwara maya, tokoh tokoh drama usmar ismail dan elhakim dengan giat mengadakan eksperimen penciptaan drama modern, sehinggah terciptanya karangan drama yang bernilai seni kuat.
            Para sastrawan yang giat mnciptakan drama dalam masa jepang, anara lain: umar ismail, dr, abu hanifah, amal  hamzah, armijn pane, idrus, kotot sukardi, rosihan anwar, l.k. bohang.
3.      Beberapa Sastrawan dan Karyanya
Buku sumber tentang sastra di masa Jepang tidak banyak. Satu antologi yang berharga, terutama dari segi dokumentasi sastra ialah Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang, yang disusun oleh H.B. Jassin. Kita dapat memperoleh bahan tentang pengarang-pengarang masa Jepang dan hasil karangannya terutama dari antologi tersebut. Di samping itu, H.B. Jassin juga menyusun suatu antologi lain yang berjudulGema Tanah Air, Prosa dan Puisi 1942-1948,yang di dalamnya termuat juga beberapa hasil karangan  yang di tulis di masa Jepang.
Antologi lain, yaitu kumpulan cerpen dan lukisan yang diterbitkan  oleh Balai Pustaka pada tahun 1946 yang berjudulPancaran Cinta. Antologi tersebut terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
a)      Mengembara di Angan-Angan, meliputi cerpen Ujian yang Berat (Asmara Bangun);Cinta Abadi (Asmara Bangun); Asokamala Dewi (Usmar Ismail SMA).
b)      Hidup Membayang, meliputi cerita Di Tepi Kawah (Bakri Siregar); Menyinggung Perasaan (Matu Mona); Permintaan Terakhir(Usmar Ismail SMA).
c)      Antara Langit dan Bumi, meliputi ceritaRadio Masyarakat (Rosihan Anwar); Arus Mengalir (Karim Halim); Darah Laut (H.B. Jassin).
d)     Berjejak di Atas Bumu, meliputi cerita Istri Tabib (Taharuddin Hamzah); Teropong(Amal Hamzah); Kalau Talak ‘lah Jatuh(Muhammad Dimyati); Kebaikan Hidup Bertetangga (Ramalia Dahlan).
Beberapa pengarang di masa Jepang, yaitu:
                                    I.            Rosihan Anwar
Seprti yang telah disebutkan, Rosihan Anwar termasuk seorang pengarang yang tidak terpengaruh oleh propaganda Jepang sejak permulaan. Cerpennya yang terkenal yang berjudul Radio Masyarakatmengisahkan kehidupan seorang pemuda yang terombang-ambing jiwanya karena merasa tidak dapat menyesuaikan diri dengan semangat baru para pemuda pada waktu itu. Walaupun ia memperoleh suntikan-suntikan semanagat dari seorang dokter, ia dalam kebimbangan. Akhirnya, ia pergi ke Palembang untuk mendapatkan ketentraman hati.
Puisi-puisi Rosihan Anwar yang ditulis di masa Jepang antara lain Seruan lepas, Lahir dengan Batin, Untuk Saudara, Bertanya, Damba, Kisah di Waktu Pagi, Lukisan, danManusia Baru.
Rosihan Anwar juga menulis esai tentang pengarang di masa Jepang, antara lain berjudul Usmar Ismail yang Saya Kenal dan Cita-Cita Film Nasionalnya. Sifat religius dan nafas kebangsaan terpancar jelas dalam karangannya:
                                 II.            Usmar Ismail
Usmar Ismail adalah seorang pengarang drama yang terkenal di masa Jepang. Ia bekerja pada Pusat Kebudayaan dan menjadi orang penting di badan itu. Akan tetapi, karena ia tidak puas dengan cara kerja Pusat Kebudayaan maka bersama-sama dengan rosihan Anwar, El Hakim, di bantu oleh para seniman lain, ia mendirikan perkumpulan drama penggemar (amatir) yang bernama Maya.
Perkumpulan Maya didirikan menjelang pertengahan tahun 1944 dengan cara antara lain: menyelenggarakan drama radio, drama pentas, membacakan cerpen radio, dan sebagainya.
Beberapa drama yang telah dipentaskan ialah:
·         Tiga drama El Hakim: Taufan di Atas Asia, Dewi Reni, Intelek Istimewa(kemudian dibukukan bersama dramanya yang berjudul Insan kamil,dengan judul Taufan di Atas Asia);
·         Jeritan Hidup Baru saduran Karim Halim dari De K;eine Eyolf  karangan Ibsen.
·         Drama Usmar Ismail yang berjudulLiburan Seniman. Adapun drama radio yang pernah disiarkan antara lainPamanku, Tempat yang Kosong, danMutiara dari Nusa Laut, semuanya karangan Usmar Ismail.
Di samping itu, Usmar Ismail menulis pula drama yang berjudul Api, Citra, danMekar MelatiCitra dan Mutiara dari Nusa Laut pernah dipentaskan oleh perkumpulan drama profesional Bintang Surabaya. Ketiga dramanya yang berjudul Citra, Api, danLiburan Seniman diterbitkan dalam satu kumpulan Seri Sandiwara dengan judulLakon-Lakon Sedih dan Gembira, yang diberi pengantar oleh H.B. Jassin.
Dengan usaha-usaha tersebut, sebenarnya Maya telah merintis beberapa hal, antara lain:
·         Menyatakan para seniman dan berbagai cabang seni untuk mendapatkan keselarasan dalam pementasan;
·         Mengadakan usaha pembaharuan di bidang penceritaan, dekorasi, tata pentas, dan lain-lain;
·         Mencoba mementaskan drama asing, misalnya drama saduran dari Henrik Ibsen.
Cita-cita Usmar Ismail tentang perbaikan drama tampak jelas pada lakonnya yang berjudul Liburan Seniman. Pelaku-pelaku utama dalam lakon itu adalah Surono, seorang juru tulis yang berkecakapan mengarang, R. Garmoyono, dan Kertalasmana, kawan Surono “artis” cap lama. Walaupun dalam permulaan lakon itu disebutkan bahwa “segala pelaku dan segala kejadian tidak berhubungan dengan orang-orang  serta peristiwa yang pernah ada atau sedang ada”, jelas sekali bahwa dengan lakon itu Usmar Ismail hendak membuat semacam “perhitungan habis” dengan tokoh-tokoh tua di bidang drama dan kepengarangan (Usmar Ismail, 1974: 199).
Surono adalah personifikasi dirinya sendiri, Garmoyono mengingatkan kita pada Armijn Pane dalam hal kelicikannya, sedangkan Kertalasmana adalah perwujudan Anjas Asmara, tokoh tua dalam drama.
Di samping terkenal dalam bidang drama, Usmar Ismail juga menulis cerpen dan puisi. Beberapa cerpennya antara lain berjudul Asokamala Dewi, Permintaan Terakhir, sedangkan puisi-puisinya sudah diterbitkan dalam satu kumpulan berjudulPuntung Berasap.
Beberapa tahun sesudah kemerdekaan Usmar Ismail banyak di bergerak di bidang perfilman. Tahun 1949 ia berhasil memimpin sendiri film Citra-nya pada perusahaan South Pasific. Tahun 1950 bersama-sama dengan Rosihan Anwar ia mendirikan Perusahan Film Nasional Indonesia atau Perfini. Beberapa film yang telah diproduksi antara lain: Darah dan Do’aatau Long March Siliwangi, Enam Jam di Yogya, Dosa Tak Berampun (berdasarkan drama Jepang: Chichi, Kaeru yang disadur Usmarmenjadi Ayahku Pulang), dan lain-lain.
Dalam bidang organisasi Usmar Ismail pernah menjadi Ketua Umum Lesbumi (Lembaga Seni budaya Muslim Indodonesia), satu lembaga kebudayaan di bawah naungan Partai NU pada waktu itu. Lembaga tersebut pernah menerbitkan majalah kebudayaan bernama Gelanggang.
Dalam setiap karangan Usmar Ismail, terasa dorongan jiwa romantik yang kemudian terjelma dalam satu keselarasan unsur-unsur keindahan, cita-cita kebangsaan, dan jiwa ketuhanan
                              III.            Amal Hamzah
Rosihan Anwar dalam satu tulisannya menerangkan bahwa Amal Hamzah pun termasuk pengarang yang pernah bekerja pada Pusat Kebudayaan. Ia seorang pengarang yang mulai menulis pada zaman Jepang, dan termasuk pengarang yang pada mulanya percaya akan janji-janji Jepang, walaupun kemudian ia banyak mengalami kekecewaan.
Dalam karangannya yang awal jelas tampak jiwa romantik seperti halnya abangnya, Amir Hamzah. Hal itu dapat kita rasakan pada karangan-karangannya permulaan, baik yang berupa prosa maupun yang berupa puisi. Beberapa karangannya telah dibukukan dalam satu kumpulan yang berjudul Pembebasan Pertama (1949).
Akan tetapi, dalam karangannya yang kemudian, Amal Hamzah telah berubah menjadi seorang realis yang tajam, bahkan cenderung untuk dikatakan seorang materialistis yang kasar. Mungkin keadaan yang pahit yang penuh dengan tekanan dan penderitaan di masa Jepang membuat Amal Hamzah dari seorang yang romantik idealistis berubah menjadi seorang realis yang materialistis, sikapnya yang kasar itu tampak pada cerpen-cerpennya yang berjudul Bingkai RetakTeropong, dan juga pada beberapa puisinya.
Tuan Amin merupakan drama singkat satu babak yang bercorak sinis yang konon ditujukan kepada pengarang-pengarang yang bekerja pada Pusat Kebudayaan, yang dianggapnya sebagai rumah gila. Akan tetapi, Amal Hamzah sendiri bekerja pada badan itu, tampaknya sindiran itu terutama ditujukan kepada pengarang-pengarang yang bersedia mengorbankan nilai seni dan martabat kemanusiaan u

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

D'Paragon, Kost Eksklusif yang Cocok untuk Kuliah dan WFH

 Bagi mahasiswa dan profesional muda yang membutuhkan tempat tinggal nyaman, tenang, dan modern, D'Paragon adalah pilihan yang tepat. Di...